Kumpulan Fatwa Ulama

Minggu, 29 April 2018

Implikasi Dosa Besar Pada Iman Hamba (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Implikasi Dosa Besar Pada Iman Hamba (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Pertanyaan: 
Apa hukumnya melakukan sebagian perbuatan maksiat, terutama dosa-dosa besar, dan apakah hal ada pengaruhnya terhadap keislaman seseorang?

Jawaban:

Benar, hal itu memberikan pengaruh/efek buruk. Sesungguhnya melakukan dosa besar seperti zina, minum arak, membunuh secara tidak benar, memakan riba, ghibah(mengumpat), namimah (adu domba) dan maksiat lainnya berpengaruh terhadap tauhid kepada Allah dan iman kepadaNya serta melemahkannya. Namun seorang muslim tidak menjadi kafir karena melakukan hal itu selama tidak menganggapnya halal. Berbeda dengan kaum Khawarij yang mengkafirkan seorang muslim yang melakukan perbuatan maksiat seperti zina, mencuri, durhaka kepada kedua orang tua dan dosa-dosa besar lainnya, sekalipun ia tidak menghalalkannya (membolehkannya). Ini adalah kesalahan besar kaum KhawarijAhlus Sunnah wal Jama'ahtidak mengkafirkannya karena melakukan hal itu dan tidak menyebabkannya kekal di neraka. Tetapi mereka berkata, 'Iman tauhidnya kurang/berkurang. Tetapi tidak sampai kafir yang besar, tetapi dalam imannya ada kekurangan dan kelemahan.'

Karena inilah, Allah mensyari'atkan pelaku zina dengan had (hukuman) cambuk apabila ia masih bujangan. Dicambuk seratus kali dan dibuang setahun. Demikian pula peminum arak, dicambuk dan tidak dibunuh. Pencuri dipotong tangannya dan tidak dibunuh. Jikalau zina, minum arak, dan mencuri mengakibatkan kufur besar, niscaya mereka dibunuh, berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم, "Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah."[1]

Hal itu menunjukkan bahwa perbuatan maksiat ini bukanlah murtad, namun melemahkan iman dan menguranginya. Karena inilah, Allah سبحانه و تعالى mensyari'atkan ta'dib (agar jera) dengan hukuman ini agar mereka bertaubat dan kembali kepada Rabb mereka dan berhenti melakukan yang diharamkan Rabb kepada mereka.

Mu'tazilah berkata, "Sesungguhnya pelaku maksiat berada di satu tempat di antara dua tempat, tetapi ia dikekalkan di neraka apabila mati sebelum bertaubat." Mereka menyalahi Ahlus Sunnah dan menyetujui kaum Khawarij dalam hal itu. Kedua kelompok tersebut telah tersesat dari jalan yang lurus. Yang benar adalah pendapat pertama, yaitu pendapat Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Yaitu, ia adalah pelaku maksiat yang lemah imannya dan berada dalam bahaya besar karena murka dan siksa Allah سبحانه و تعالى. Akan tetapi ia tidak menjadi kafir yang besar, yaitu murtad dari Islam. Juga tidak kekal di neraka seperti kekalnya orang-orang kafir, apabila ia mati dalam melakukan salah satu dari maksiat itu. Tetapi ia berada di bawah kehendak Allah سبحانه و تعالى, jika Dia menghendaki, Dia mengampuninya. Dan jika Dia سبحانه و تعالى menghendaki, Dia menyiksanya berdasarkan perbuatan maksiat yang dia mati dalam mela-kukannya, kemudian Dia سبحانه و تعالىmengeluarkannya dari neraka. Tidak ada yang kekal selama-lamanya di sana selain orang-orang kafir. Kemudian setelah selesai siksa Allah سبحانه و تعالى yang diberikan kepadanya, Allah سبحانه و تعالىmengeluarkannya dari neraka ke surga. Ini adalah pendapat ahlul haq. Pendapat ini berdasarkan riwayat-riwayat mutawatir dari Rasullah صلی الله عليه وسلم, berbeda bagi pendapat Khawarij dan Mu'tazilah, dan Allah سبحانه و تعالى berfirman,

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." ( An-Nisa': 48 dan 116).

Allah سبحانه و تعالى menggantungkan atas kehendakNya selain dosa syirik.

Adapun orang yang mati atas syirik besar, maka dia kekal di neraka dan surga diharamkan atasnya, karena firman Allah سبحانه و تعالى,

"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun." (Al-Ma'idah :72).

Dan firmanNya,

"Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka itu kekal di dalam neraka. ( At-taubah :17).

Ayat-ayat tentang hal ini sangat banyak.

Apabila pelaku maksiat masuk neraka, ia tetap tinggal di dalamnya hingga waktu yang dikehendaki Allah سبحانه و تعالى, dan tidak kekal seperti kekalnya orang-orang kafir. Namun terkadang lama masanya. Ini adalah kekal yang khusus bersifat sementara, bukan seperti kekalnya orang-orang kafir. Sebagaimana firman Allah سبحانه و تعالى dalam surah al-Furqan ketika menyebutkan orang musyrik, pembunuh dan pezina, firman Allah سبحانه و تعالى,

"Barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina." ( Al-Furqan: 68 - 69).

Kekal ini bersifat sementara yang suatu saat akan berakhir. Adapun orang musyrik, maka kekalnya selama-lamanya. Karena inilah, Allah سبحانه و تعالى berfirman tentang haq orang-orang musyrik dalam surah al-Baqarah,

"Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka." (Al-Baqarah :167).

Allah سبحانه و تعالى berfirman dalam surah al-Ma'idah berkenaan orang-orang kafir,

"Mereka ingin keluar dari neraka padahal mereka sekali-sekali tidak dapat keluar daripadanya, dan mereka beroleh adzab yang kekal." (Al-Ma'idah :37).


_________
Footnote:
[1] Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahihnya pada al-Jihad (3017).

Rujukan:
Majalah al-Buhuts edisi 41, Syaikh Ibnu Baz hal 132-134.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.