Kewajiban Taubat
Taubat wajib langsung ditunaikan, tidak boleh ditunda-tunda,
karena beberapa hal;
Pertama, karena seseorang tidak tahu apa yang akan terjadi
jika dia tunda-tunda, bisa jadi kamatian datang tiba-tiba tanpa dia sempat
bertaubat.
Kedua, karena dengan menunda taubat, akan membuat hati
menjadi keras dan semakin jauh dari Allah Ta'ala serta melemahkan iman.
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata, "Rasul Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
"Sesungguhnya jika seorang hamba melakukan perbuatan
dosa, akan ditulis satu titik hitam pada hatinya. Jika dia mencabut perbuatan
dosa tersebut dengan minta ampun serta bertaubat, hatinya akan bersih. Jika dia
kembali maka akan ditambah titik hitamnya sehingga menyelimuti hatinya, itulah
yang disebut dengan "Raan" yang Allah Ta'ala sebutkan dalam
firmanNya,
"Sekali-kali tidak (demikian), sebenamya apa yang
sela!u mereka usahakan itu menutup hati mereka." (QS. al-Muthaffifin: 14) (1)
Ketiga, karena dengan terus menerus berbuat maksiat membuat
hati semakin senang dan bergantung terhadap kemaksiatan. Jiwa itu, jika
terbiasa pada satu hal, sungguh sulit baginya untuk berpisah, seperti merokok,
menonton televisi dan mendengarkan nyanyian. Maka berikutnya sulit baginya
untuk bebas dari perbuatan tersebut.
Karena itu, Allah Ta'ala mengaitkan diterimanya taubat
dengan istighfar dan tidak terus menerus melakukan dosa dan tidak kembali
kepadanya.
Allah Ta'ala berfirman,
"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu
memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Siapa lagi yang dapat mengampuni dosa
selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengetahui". (QS. Ali Imran: 135)
Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa, "Orang-orang
yang bertakwa, bisa jadi melakukan perbuatan dosa besar, yaitu al-Fawahisy, dan
dosa kecil yaitu Zulmunnafsi, akan tetapi mereka tidak terus menerus
melakukannya, bahkan setelah itu mereka segera ingat Allah, minta ampun dan
bertaubat darinya. Maka taubat adalah, tidak terus menerus melakuan perbuatan
maksiat." (2)
Abu Hurairah berkata, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda seraya meriwayatkan dari Rabbnya Azza wa Jalla yang
berfirman (dalam hadits Qudsi),
"Seorang hamba yang telah melakukan perbuatan dosa
berkata, 'Ya Allah, ampuni dosaku,' maka Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman,
'Hambaku telah melakukan perbuatan dosa, dia tahu bahwa dirinya mempunyai Rabb
yang dapat mengampuninya,' maka Allah ampuni dosa orang tersebut. Kemudian
orang itu kembali lagi melakukan perbuatan dosa, lalu berkata, 'Ya Allah,
ampuni dosaku, maka Allah Tabaraka wa ta'ala berfirman, 'Hambaku telah
melakukan perbuatan dosa, dia tahu bahwa dirinya mempunyai Rabb yang dapat
mengampuninya,' maka Allah ampuni dosa orang tersebut. Kemudian dia kembali lagi
melakukan perbuatan dosa, lalu berkata, 'Ya Allah, ampuni dosaku, maka Allah
Tabaraka wa ta'ala berfirman, 'Hambaku telah melakukan perbuatan dosa, dia tahu
bahwa dirinya mempunyai Rabb yang dapat mengampuninya,' maka Dia ambit dosa
orang tersebut. (Latu dikatakan kepadanya), 'Perbuatlah sesukamu, sesungguhnya
Aku tetah mengampunimu" (3)
Maksudnya : Selama dia dalam kondisi tersebut, yaitu setiap
kali berdosa dia istighfar dari perbuatan tersebut.
Hal tersebut kebebasan dari bukan Allah merupakan izin dan Ta'ala baginya
untuk melakukan perkara-perkara yang diharamkan dan perbuatan dosa, tetapi yang
dimaksud adalah bahwa Allah mengampuni dosanya selama dia seperti itu, yaitu
setiap dia berdosa, dia bertaubat.
Dikhususkannya hamba tersebut dengan itu, karena Dia
mengetahui bahwa orang tersebut tidak akan terus menerus bergelimang dalam
dosa, dan setiap kali dia berdosa, maka dia bertaubat"(4).
Maka siapa yang diliputi dosa, hendaklah dia beristighfar
dan bertaubat, jika dia kembali melakukan hal tersebut, hendaklah dia istighfar
dan bertaubat kembali, jika dia mengulangi lagi perbuatan dosa tersebut,
hendaklah dia kembali istighfar dan bertaubat kembali. Siapa yang melakukan hal
tersebut sesungguhnya dia telah membebaskan dirinya dari keburukan dosa, namun
jika dia terus mengulangi dosanya, dia akan binasa."(5)
Abdullah bin 'Amr bin 'Ash radhiallahuanhuma, berkata,
'Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Celakalah al-Mushirriin, yaitu mereka yang terus
menerus melakukan (dosa) padahal mereka mengetahui" (6)
Hendaklah sikap nekat terus bermaksiat dijauhi. Mereka yang
terus menerus berbuat maksiat dan tidak meninggalkannya serta tidak bertaubat
dan istighfar kepada Allah Ta'ala dari buruknya perbuatan mereka sungguh akan
sengsara hingga ajal datang menjemput mereka.
Wahai orang yang terus menerus berbuat dosa, kapan lagi anda
akan bertaubat dan kembali kepada Rabb kalian, bersungguh-sungguhlah untuk
bertaubat sebelum datang kematian. Tidak ada orang yang lebih rugi dari mereka
yang berjumpa Allah dalam keadaan terus menerus berbuat dosa.
======
Foot note:
1. Riwayat Tirmizi, no. 3569,
d1hasankan oleh al-Albany dalam Shahih Sunan Tirmizi, no. 2654
2. Jami' al-Ulum wa al-Hikarn
(1/412-413)
3. Riwayat Bukhari, no. 7507,
dan Muslim, no. 2758
4. Al-Fawa'id, hal. 36-37
5. Jami'ul-Ulum wal-H1kam,
1/415
6. Kutipan hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari dalam al-Adabul Mufrod (380), dishahihkan oleh
al-Alabny rahimahullah, dalam Shahih al-Adabul Mufrod, no. 293
Rujukan:
At-Taubah, Thariqun ilal Jannah karya Abdul Hadi bin Hasan Wahby, Al-Maktab at-Ta'awuni Lid-Dn'wah wal Irsyad wa Tau'iyatil f aliat bi as-Sulay, Cet. 3 [Edisi indonesia: Taubat Jalan Menuju Surga, hal. 27-32, Penerjemah: Abdullah Haidir, Kantor Kerjasama Da'wah, Bimbingan dan Penyuluhan bagi Pendatang, AL-Sulay p.o BOX 1419 RIYADH 11431,K.S.A Telp. 2410615,Fax2414488-232]