Kumpulan Fatwa Ulama

Senin, 10 September 2018

Menimpakan ‘Ain Dengan Tanpa Sengaja (Fatwa Syaikh Ibnu Jibrin)

Menimpakan ‘Ain Dengan Tanpa Sengaja (Fatwa Syaikh Ibnu Jibrin)

Pertanyaan: 
Apakah benar bahwa seseorang menimpakan ‘ain dengan tanpa sengaja, dan bagaimana mengatasinya?

Jawaban:

'Ain itu nyata, sebagaimana yang disinyalir dalam hadits. Sebab, ‘ainmengagumi sesuatu yang dilihatnya, baik manusia, hewan, maupun harta benda. Lalu jiwanya yang jahat dan dengki membayangkan berbagai hal tersebut tertimpa kemudaratan, lantas terlontarlah darinya butir-butir racun yang mempengaruhi apa dan siapa yang dipandangnya, dengan seizin Allah yang bersifat kauni, bukan syar'i.

'Ain bisa menimpa seseorang dengan tanpa disengaja. Ia bisa menimpa anaknya, isterinya, kendaraannya dan sejenisnya.
Cara menyembuhkannya ialah meminta orang yang menimpakan 'ainberdoa dengan mengucapkan, "Ma sya allahu la quwwata illa billah." Demikian pula ia mencuci sebagian anggota badannya dan mengguyurkannya kepada orang yang terkena ‘aintersebut.

Rujukan:
Fatwa Syaikh Abdullah bin Jibrin yang ditandatanganinya.

Di mana Allah?

Di mana Allah?

Jawaban : 

Allah Subhanahu wata’ala di atas langit di atas Arsy.

Dalil dari Al Quran:

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى (طـه:5)

"Ar-Rahman [Allah Yang Maha Pengasih] bersemayam di atas Arsy."

Dalil dari As Sunnah:

[إن الله كتب كتاباً إن رحمتي سبقت غضبي فهو مكتوب عنده فوق العرش] روها البخاري

"Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala telah menulis buku, yang tertulis di dalamnya, sesungguhnya RahmatKu mengalahkan kemurkaanKu. Kitab itu tertulis di sisiNya di atas Arsy"

Apa faedah tauhid bagi seorang muslim?

Apa faedah tauhid bagi seorang muslim?

Jawaban : 

Petunjuk di dunia dan keamanan di akherat.

Dalil dari Al Quran

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ (الأنعام:82)

"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur keimanan mereka dengan kedholiman (kesyirikan) mereka mendapatkan keamanan dan merekalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk."

Dalil dari As Sunnah

[حق العباد على الله أن لا يعذب من لا يشرك به شيئاً] متفق عليه

"Hak hamba terhadap Allah Subhanahu wata’ala bahwa Dia tidak menyiksa orang yang tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun."

Apa makna tauhid dalam masalah sifat Allah?

Apa makna tauhid dalam masalah sifat Allah?

Jawaban
Mengukuhkan apa yang disifatkan Allah Subhanahu wata’ala dan RasulNya untuk diriNya.

Dalil dari Al Quran

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (الشورى: من الآية11)

"Tidak ada yang seperti Dia sesuatupun, dan Dia Maha Mendengar dan Melihat."

Dalil dari As Sunnah

[ينـزل ربنا تبارك وتعالى في كل ليلة إلى السماء الدنيا] متفق عليه

"Rabb kita Yang Maha Agung dan Tinggi setiap malam turun ke langit dunia (Turun sesuai dengan keagunganNya dan kesucianNya)"

Apa makna ungkapan Laa Ilaaha Illallah

Apa makna ungkapan Laa Ilaaha Illallah

Jawaban : 

Tidak ada yang disembah dengan haq kecuali Allah.

Dalil dari Al Quran:

]ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِل[(الحج: من الآية62)

"Demikian itu karena Allah Subhanahu wata’ala adalah Dialah yang haq dan apa yang mereka seru selainnya adalah yang batil."

Dalil dari As Sunnah:

[من قال لا إله إلا الله وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه] رواه مسلم .

"Barang siapa yang berkata : tidak ada Ilah yang haq disembah kecuali Allah, haramlah hartanya (untuk diambil) dan darahnya (untuk ditumpahkah)"

Apa yang dimaksud dengan tauhid uluhiyah?

Apa yang dimaksud dengan tauhid uluhiyah?

Jawaban : 

MengesakanNya dengan Ibadah, doa, nadzar dan hukum.

Dalil dari Al Quran:

]فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّه[(محمد: من الآية19)

Ketauhilah bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah dengan haq kecuali Allah Subhanahu wata'ala.

Dalil dari As Sunnah:

[فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله] متفق عليه

Hendaklah yang pertama kali yang engkau menyeru mereka kepadanya persaksian bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah Ta'ala.

Kamis, 03 Mei 2018

Apa yang lazim dan yang wajib dilakukan orang yang berpuasa?

Pertanyaan:
Apa yang lazim dan yang wajib dilakukan orang yang berpuasa?


Jawaban:
Yang lazim bagi orang yang berpuasa adalah memperbanyak ketaatan dan menghindari semua larangan. Sedangkan yang wajib atasnya adalah memelihara kewajiban-kewajiban dan menjauhi hal-hal yang diharamkan, yaitu melaksankaan shalat yang lima waktu pada waktunya secara berjamaah, meninggalkan dusta dan ghibah (menggunjing), meninggalkan kecurangan dan praktek-praktek riba serta semua perkataan atau perbuatan haram lainnya. Nabi صلی الله عليه وسلمtelah bersabda,
مَنْلَمْيَدَعْقَوْلَالزُّوْرِوَالْعَمَلَبِهِوَالْجَهْلَفَلَيْسَللهِحَاجَةٌأَنْيَدَعَطَعَامَهُوَشَرَابَهُ
"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan bohong dan amalan palsu serta perbuatan bodoh, maka Allah tidak membutuhkan dia agar meninggalkan makan dan minumnya."(HR. al-Bukhari, kitab al-Adabul Mufrad (6057)).
Rujukan:
Fatawa ash-Shiyam, Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 24.

Nilai Sosial Puasa (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Nilai Sosial Puasa (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pertanyaan:
Apakah puasa memiliki nilai-nilai sosial?

Jawaban:
Ada. Puasa memiliki nilai-nilai sosial, di antaranya: melahirkan rasa persamaan di antara sesama kaum Muslimin, bahwa mereka adalah umat yang sama, makan di waktu  yang sama dan berpuasa di waktu yang sama pula. Yang kaya merasakan nikmat Allah sehingga menyayangi yang fakir. Menghindari perangkap-perangkap setan yang ditujukan kepada manusia. Lain dari itu, puasa bisa melahirkan ketakwaan kepada Allah yang mana ketakwaan tersebut dapat memperkuat hubungan antar individu masyarakat.
Rujukan:
Fatawa ash-Shiyam, Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 24.

Muntah Tidak Sengaja dan Tetesan Obat Mata Tidak Merusak Puasa

Muntah Tidak Sengaja dan Tetesan Obat Mata Tidak Merusak Puasa

Pertanyaan:
Dalam buku adh-Dhiya' al-Lami' ada materi khusus tentang bulan Ramadhan dan hal-hal lain seputar puasa, di antaranya terda-pat ungkapan (dan tidak juga membatalkan puasa jika seseorang muntah tidak disengaja atau mengobati mata atau telinganya dengan obat tetes). Bagaimana pendapat anda tentang hal tersebut?

Jawaban:
Apa yang dikatakannya, bahwa menetesi mata atau telinga untuk mengobatinya tidak merusak puasanya, adalah pendapat yang benar, karena yang demikian itu tidak disebut makan atau minum menurut kebiasaan umum dan menurut pengertian syariat, karena tetesan tersebut masuknya tidak melalui saluran makan dan minum. Kendati demikian, menunda penetesan itu hingga malam hari adalah lebih selamat sebagai langkah keluar dari perbedaan pendapat.
Demikian juga orang yang muntah tanpa disengaja tidak merusak puasanya, karena Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai kemampuannya, sementara syariat pun berdasarkan pada prinsip meniadakan kesempatan. Hal ini berdasarkan firman  Allah سبحانه و تعالى, "Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama su-atu kesempitan." (Al-Haj: 78) dan ayat-ayat lainnya, serta sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,
مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلاَقَضَاءَ عَلَيْهِ وَمَنِ اسْتَقَاءَفَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ
"Barangsiapa yang muntah tanpa disengaja, maka tidak ada qadha' atas-nya, dan barangsiapa yang berusaha muntah, maka ia wajib qadha'." (HR. Abu Dawud, kitab ash-Shaum (2380), at-Tirmidzi, kitab ash-Shaum (720), Ibnu Majah, kitab ash-Shaum (1676)).
Rujukan:
Fatawa ash-Shiyam, Lajnah Da'imah, hal. 44.

Diantara Buah Keimanan Kepada Qadha Dan Qadar (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Diantara Buah Keimanan Kepada Qadha Dan Qadar (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pertanyaan:
Apakah mungkin, qadha dan qadar bisa membantu bertambah-nya iman seorang Muslim?

Jawaban:
Beriman kepada qadha dan qadar dapat membantu seorang Muslim di dalam melakukan urusan dien dan dunianya karena didasari keimanannya bahwa qudrah (Kekuasaan) Allah سبحانه و تعالى adalah di atas segala kekuasaan dan bahwa bila Allah menghendaki sesuatu, maka tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi. Nah, bila seseorang beriman dengan hal ini, maka dia akan melakukan sebab-sebab (sarana-sarana) yang dapat membuat dirinya sampai kepada tujuannya. Sebagai contoh, dari sejarah yang lalu, kita mengetahui bahwa kaum Muslimin telah mengalami banyak kemenangan besar padahal jumlah mereka sedikit dan persenjataan mereka amat sederhana. Itu semua bisa terjadi karena mereka beriman kepada janji Allah سبحانه و تعالىqadha dan qadarNya dan bahwa segala sesuatu adalah berada di tanganNya.

Rujukan:
Kumpulan Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin, Editor; Asyraf Abdul Maqshud, Juz I, hal. 54.

Beruzur Dengan Kejahilan Di Dalam Masalah-masalah Syirik (Fatwa Syaikh Ibnu Jibrin)

Beruzur Dengan Kejahilan Di Dalam Masalah-masalah Syirik (Fatwa Syaikh Ibnu Jibrin)

Pertanyaan: 
Apakah 'udzur kejahilan seseorang dapat ditolerir di dalam masalah-masalah syirik yang -sebenarnya- mengeluarkan pelakunya dari dien ini?

Jawaban:

Tidak ada 'udzur bagi siapa pun dalam hal ini, Allahlah pemilik hujjah yang kuat. Seorang yang jahil tidak boleh larut dalam kejahilannya, dia harus bertanya tentang hukum setiap apa yang dilakukannya sebab Allah سبحانه و تعالى telah menganugerahkan akal kepadanya untuk membedakan segala sesuatu. Juga, para ulama wajib mengajarkan orang-orang yang jahil dan memberantas kejahilan mereka sementara orang-orang yang jahil itu wajib pula untuk mencari, belajar, memberantas kejahilan yang merupakan kekurangan dan aib dalam dunia dan dien serta bertanya tentang hukum-hukum dan tentang halal dan haram. Hal ini karena berdasarkan firman Allah سبحانه و تعالى,

"Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui." (An-Nahl: 43).

Jika mereka berada di tempat yang jauh (tidak terjangkau oleh dakwah Islamiyyah-penj.) dan tidak mampu untuk mencari, maka posisi mereka sama dengan ahlul fatrah (orang-orang yang hidup antara dua rentang fase kerasulan sehingga tidak sampai kepadanya dakwah Rasul tersebut dan hukumnya, menurut para ulama, mereka kelak di akhirat akan diuji, wallahu a'lam-penj.).
Rujukan:
Kitab 'al-Lu'lu' al-Makin' dari fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Syaikh Ibnu Jibrin, hal. 56-57.

Bagaimana Memberikan Jawaban kepada Para Penyembah Kuburan Seputar Klaim Dikuburkannya Nabi صلی الله عليه وسلم Di Dalam Masjid Nabawi (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Bagaimana Memberikan Jawaban kepada Para Penyembah Kuburan Seputar Klaim Dikuburkannya Nabi صلی الله عليه وسلم Di Dalam Masjid Nabawi (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pertanyaan:
Bagaimana memberi jawaban kepada para penyembah kubu-ran yang berargumentasi dengan dikuburkannya Nabi صلی الله عليه وسلم di dalam Masjid Nabawi?

Jawaban:
Jawabannya dari beberapa aspek:
  • Bahwa masjid tersebut tidak dibangun di atas kuburan akan tetapi ia sudah dibangun semasa Nabi صلی الله عليه وسلم masih hidup.
  • Bahwa Nabi صلی الله عليه وسلمtidak dikuburkan di dalam Masjid sehingga bisa dikatakan bahwa 'ini adalah sama artinya dengan penguburan orang-orang shalih di dalam masjid' akan tetapi beliau a dikubur-kan di rumahnya (yang berdampingan dengan masjid sebab sebagai-mana disebutkan di dalam hadits yang shahih bahwa para Nabi dikuburkan di tempat di mana mereka wafat-penj.).
  • Bahwa melokalisir rumah Rasulullah صلی الله عليه وسلمjuga rumah Aisyah sehingga menyatu dengan masjid bukanlah berdasarkan kesepaka-tan para sahabat akan tetapi hal itu terjadi setelah mayoritas mereka sudah wafat, yaitu sekitar tahun 94 H. Jadi, ia bukanlah atas dasar pembolehan dari para sahabat semuanya, akan tetapi sebagian mereka ada yang menentang hal itu, di antara mereka yang menentang tersebut terdapat pula Said bin al-Musayyib dari kalangan Tabi'in.
  • Bahwa kuburan Nabi tersebut tidak terletak di dalam masjid bahkan telah dilokalisir, karena ia berada di dalam bilik tersendiri yang terpisah dari masjid. Jadi, masjid tersebut tidaklah dibangun di atasnya. Oleh Karena itu, di tempat ini dibuat penjagaan dan dipaga-ri dengan tiga buah dinding. Dan, dinding ini diletakkan pada sisi yang melenceng dari arah kiblat alias berbentuk segitiga. Sudut ini berada di sisi utara sehingga seseorang yang melakukan shalat tidak dapat menghadap ke arahnya karena ia berada pada posisi melen-ceng (dari arah kiblat).
Dengan demikian, argumentasi para budak (penyembah) kuburan dengan syubhat tersebut sama sekali termentahkan.

Rujukan:
Kumpulan Fatwa dan Risalah Syaikh Ibnu Utsaimin, Juz II, hal. 232-233.

Bagaimana Manusia Diciptakan? (Fatwa Lajnah Daimah)

Bagaimana Manusia Diciptakan? (Fatwa Lajnah Daimah)

Pertanyaan: 
Apakah boleh kita memahami ditiupkannya roh pada janin setelah empat bulan bahwa kehidupan sperma (laki-laki) yang sudah menyatu dengan ovum dari wanita dan berbentuk janin, tidak memiliki ruh? atau bagaimana?

Jawaban:

Masing-masing dari sperma (laki-laki) dan ovum (wanita) memiliki perkembangan hidup tersendiri yang sesuai dengannya jika tidak mengalami gangguan. Perkembangan hidup ini dapat meng-kondisikan masing-masingnya atas izin Allah dan takdirNya untuk menyatu. Maka, saat itulah terbentuk janin -jika dikehendaki oleh Allah-. Lalu ia juga mengalami perkembangan hidup yang sesuai dengannya, yaitu kehidupan pertumbuhan dan perpindahan dari satu fase ke fase yang lain sebagaimana telah dikenal. Kemudian, bila ditiupkan roh padanya, maka ia akan berproses dengan kehidupan yang lain atas izin Allah, Yang Mahalembut Lagi Maha Mengetahui.

Meski apapun yang diupayakan oleh manusia sekalipun dia seorang dokter yang profesional, dia tidak akan mengetahui semua rahasia kehamilan, sebab-sebab serta fase-fasenya. Dia hanya mengetahui tentangnya melalui ilmu yang dikuasainya, demikian pula dengan pemeriksaan dan percobaan terhadap sebagian kejadian dan kondisi. Dalam hal ini, Allah سبحانه و تعالى berfirman,

"Allah mengetahui apa yang dikandung oleh perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisiNya ada ukurannya. Yang mengetahui semua yang ghaib dan yang tampak; Yang Mahabesar lagi Mahatinggi." (Ar-Ra'd: 8-9).

Juga firmanNya,

"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisiNya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim." (Luqman: 34).

Wa shallallahu wa sallama 'ala Nabiyyina Muhammad.
Rujukan:
Kumpulan Fatwa Lajnah Da'imah, hal. 32.

Rabu, 02 Mei 2018

Kewajiban Taubat


Kewajiban Taubat

Taubat wajib langsung ditunaikan, tidak boleh ditunda-tunda, karena beberapa hal;

Pertama, karena seseorang tidak tahu apa yang akan terjadi jika dia tunda-tunda, bisa jadi kamatian datang tiba-tiba tanpa dia sempat bertaubat.

Kedua, karena dengan menunda taubat, akan membuat hati menjadi keras dan semakin jauh dari Allah Ta'ala serta melemahkan iman.

Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata, "Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Sesungguhnya jika seorang hamba melakukan perbuatan dosa, akan ditulis satu titik hitam pada hatinya. Jika dia mencabut perbuatan dosa tersebut dengan minta ampun serta bertaubat, hatinya akan bersih. Jika dia kembali maka akan ditambah titik hitamnya sehingga menyelimuti hatinya, itulah yang disebut dengan "Raan" yang Allah Ta'ala sebutkan dalam firmanNya,

"Sekali-kali tidak (demikian), sebenamya apa yang sela!u mereka usahakan itu menutup hati mereka." (QS. al-Muthaffifin: 14) (1)

Ketiga, karena dengan terus menerus berbuat maksiat membuat hati semakin senang dan bergantung terhadap kemaksiatan. Jiwa itu, jika terbiasa pada satu hal, sungguh sulit baginya untuk berpisah, seperti merokok, menonton televisi dan mendengarkan nyanyian. Maka berikutnya sulit baginya untuk bebas dari perbuatan tersebut.

Karena itu, Allah Ta'ala mengaitkan diterimanya taubat dengan istighfar dan tidak terus menerus melakukan dosa dan tidak kembali kepadanya.
Allah Ta'ala berfirman,
"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui". (QS. Ali Imran: 135)

Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa, "Orang-orang yang bertakwa, bisa jadi melakukan perbuatan dosa besar, yaitu al-Fawahisy, dan dosa kecil yaitu Zulmunnafsi, akan tetapi mereka tidak terus menerus melakukannya, bahkan setelah itu mereka segera ingat Allah, minta ampun dan bertaubat darinya. Maka taubat adalah, tidak terus menerus melakuan perbuatan maksiat." (2)

Abu Hurairah berkata, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda seraya meriwayatkan dari Rabbnya Azza wa Jalla yang berfirman (dalam hadits Qudsi),
"Seorang hamba yang telah melakukan perbuatan dosa berkata, 'Ya Allah, ampuni dosaku,' maka Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, 'Hambaku telah melakukan perbuatan dosa, dia tahu bahwa dirinya mempunyai Rabb yang dapat mengampuninya,' maka Allah ampuni dosa orang tersebut. Kemudian orang itu kembali lagi melakukan perbuatan dosa, lalu berkata, 'Ya Allah, ampuni dosaku, maka Allah Tabaraka wa ta'ala berfirman, 'Hambaku telah melakukan perbuatan dosa, dia tahu bahwa dirinya mempunyai Rabb yang dapat mengampuninya,' maka Allah ampuni dosa orang tersebut. Kemudian dia kembali lagi melakukan perbuatan dosa, lalu berkata, 'Ya Allah, ampuni dosaku, maka Allah Tabaraka wa ta'ala berfirman, 'Hambaku telah melakukan perbuatan dosa, dia tahu bahwa dirinya mempunyai Rabb yang dapat mengampuninya,' maka Dia ambit dosa orang tersebut. (Latu dikatakan kepadanya), 'Perbuatlah sesukamu, sesungguhnya Aku tetah mengampunimu" (3)

Maksudnya : Selama dia dalam kondisi tersebut, yaitu setiap kali berdosa dia istighfar dari perbuatan tersebut.

Hal tersebut kebebasan dari  bukan Allah merupakan izin dan Ta'ala baginya untuk melakukan perkara-perkara yang diharamkan dan perbuatan dosa, tetapi yang dimaksud adalah bahwa Allah mengampuni dosanya selama dia seperti itu, yaitu setiap dia berdosa, dia bertaubat.

Dikhususkannya hamba tersebut dengan itu, karena Dia mengetahui bahwa orang tersebut tidak akan terus menerus bergelimang dalam dosa, dan setiap kali dia berdosa, maka dia bertaubat"(4).

Maka siapa yang diliputi dosa, hendaklah dia beristighfar dan bertaubat, jika dia kembali melakukan hal tersebut, hendaklah dia istighfar dan bertaubat kembali, jika dia mengulangi lagi perbuatan dosa tersebut, hendaklah dia kembali istighfar dan bertaubat kembali. Siapa yang melakukan hal tersebut sesungguhnya dia telah membebaskan dirinya dari keburukan dosa, namun jika dia terus mengulangi dosanya, dia akan binasa."(5)

Abdullah bin 'Amr bin 'Ash radhiallahuanhuma, berkata, 'Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Celakalah al-Mushirriin, yaitu mereka yang terus menerus melakukan (dosa) padahal mereka mengetahui" (6)

Hendaklah sikap nekat terus bermaksiat dijauhi. Mereka yang terus menerus berbuat maksiat dan tidak meninggalkannya serta tidak bertaubat dan istighfar kepada Allah Ta'ala dari buruknya perbuatan mereka sungguh akan sengsara hingga ajal datang menjemput mereka.

Wahai orang yang terus menerus berbuat dosa, kapan lagi anda akan bertaubat dan kembali kepada Rabb kalian, bersungguh-sungguhlah untuk bertaubat sebelum datang kematian. Tidak ada orang yang lebih rugi dari mereka yang berjumpa Allah dalam keadaan terus menerus berbuat dosa.

======
Foot note:
1. Riwayat Tirmizi, no. 3569, d1hasankan oleh al-Albany dalam Shahih Sunan Tirmizi, no. 2654
2. Jami' al-Ulum wa al-Hikarn (1/412-413)
3. Riwayat Bukhari, no. 7507, dan Muslim, no. 2758
4. Al-Fawa'id, hal. 36-37
5. Jami'ul-Ulum wal-H1kam, 1/415
6. Kutipan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam al-Adabul Mufrod (380), dishahihkan oleh al-Alabny rahimahullah, dalam Shahih al-Adabul Mufrod, no. 293


Rujukan:

At-Taubah, Thariqun ilal Jannah karya Abdul Hadi bin Hasan Wahby, Al-Maktab at-Ta'awuni Lid-Dn'wah wal Irsyad wa Tau'iyatil f aliat bi as-Sulay, Cet. 3 [Edisi indonesia: Taubat Jalan Menuju Surga, hal. 27-32, Penerjemah: Abdullah Haidir, Kantor Kerjasama Da'wah, Bimbingan dan Penyuluhan bagi Pendatang, AL-Sulay p.o BOX 1419 RIYADH 11431,K.S.A Telp. 2410615,Fax2414488-232]

Selasa, 01 Mei 2018

Apakah Manusia Itu 'Mukhayyar' (Bebas Memilih) Atau 'Musayyar' (Tidak Punya Hak Pilih)? (Fatwa Syaikh Ibnu Jibrin)

Apakah Manusia Itu 'Mukhayyar' (Bebas Memilih) Atau 'Musayyar' (Tidak Punya Hak Pilih)? (Fatwa Syaikh Ibnu Jibrin)

Pertanyaan: 
Apakah manusia itu mukhayyar atau musayyar'

Jawaban:

Kami katakan, manusia itu 'musayyar'dan 'mukhayyar' juga, sebab Allah سبحانه و تعالى telah menakdirkan atasnya apa yang akan terjadi terhadapnya dan apa yang akan dilakukannya. Namun demikian, Allah سبحانه و تعالى juga telah memberikannya kekuatan dan kemampuan yang dengannya dia dapat melakukan aktifitas-aktifitasnya dan bebas memilih perbuatan yang diganjar pahala atau diganjar dosa. Padahal, Allah Mahakuasa untuk mengembalikannya kepada petunjukNya. Dalil untuk statement ini adalah firmanNya,

"Dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak seorang pun pemberi petunjuk baginya. Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang pun dapat menyesatkannya."(Az-Zumar: 36-37).

Sedangkan dari hadits, sabda beliau صلی الله عليه وسلم,

اِعْمَلُوْا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ
"Bekerjalah kalian, sebab masing-masing sudah dimudahkan bekerja sesuai dengan tujuan dia diciptakan."[1] Setelah itu (mengucapkan sabda beliau ini-penj.), beliau صلی الله عليه وسلم membaca firman Allah سبحانه و تعالى,

"Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah." (Al-Lail: 5-7).

Dalam ayat ini, Allah سبحانه و تعالىtelah menetapkan adanya perbuatan dari manusia, yaitu memberi, bertakwa dan membenarkan. Beliau صلی الله عليه وسلم juga telah memberitakan bahwa Allahlah Yang memudahkannya alias membantu dan menjadikannya kuat. Andaikata Dia menghendaki, niscaya Dia akan menyesatkannya dan memberikan kemudahan bagi orang yang ingin mengalihkannya dari kebenaran. Dialah Yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya dan menyesatkan bagi orang yang dikehendakiNya pula.

Menurut madzhab Ahlus Sunnah, bahwa perbuatan-perbuatan maksiat dan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, semuanya adalah atas Iradah (kehendak) Allah سبحانه و تعالى, yaitu Iradah Kauniyyah Qadariyyah(Kehendak yang bersifat sunnatullah dan sudah ditakdirkan). Artinya, bahwa Allah سبحانه و تعالى telah menciptakan hal itu dan mengadakannya (dari tidak ada-penj.) akan tetapi Allah سبحانه و تعالىmembencinya, tidak menyukai pelakunya bahkan akan menyiksanya bila melakukannya. Perbuatan yang dilakukan dan dikerjakan secara langsung oleh si hamba dinisbatkan kepada dirinya sendiri dan dia dinyatakan sebagai orang yang berdosa, kafir, fajir dan fasiq. Meskipun demikian, sesungguhnya Allahlah Yang menakdirkan dan menjadikannya. Jika dia menghendaki, pasti Dia akan memberikan petunjuk kepada semua manusia, Allahlah Yang memiliki hikmah pada apa yang Dia ciptakan dan perintahkan dan tidak akan terjadi di dalam kerajaan-Nya sesuatu yang tidak Dia kehendaki.

Sedangkan kaum Mu'tazilah mengambil pendapat yang mengingkari 'Qudrat' Allah سبحانه و تعالى atas perbuatan para hambaNya bahkan menurut mereka, si hambalah yang membuat dirinya sesat sekaligus mendapatkan petunjuk, kekuasaannya lebih kuat daripada Qudrat Rabb.

Lain halnya dengan kaum Jabariyyah, mereka justru bertentangan dengan pendapat kaum Mu'tazilah di atas, sehingga berlebih-lebihan di dalam menetapkan Qudrat Rabb سبحانه و تعالىdan merampas kekuasaan si hamba dan hak pilihnya dengan menjadikannya sebagai orang yang dipaksa (pasif), tidak ada daya baginya dan tidak pula ada pilihan.

Dalam hal ini, Ahlus Sunnah berada pada posisi tengah; mereka berkata, "Sesungguhnya para hamba memiliki kekuasaan atas segala perbuatan mereka dan mereka juga memiliki kehendak yang memungkinkan mereka untuk melakukan perbuatan tersebut sedangkan Allah سبحانه و تعالىadalah Khaliq mereka dan Khaliq kekuasaan dan kehendak mereka sehingga syariat Allah tidak menjadi mandeg, demikian pula perintah dan laranganNya. Dan, hal itu tidak menafikan perbuatanNya dan QudratNya secara umum terhadap segala sesuatu. Wallahu a'lam.


_________
Footnote:
[1] Shahih al-Bukhari, kitab at-Tafsir, no. 4949; Shahih Muslim, kitab al-Qadar, no. 2647.

Rujukan:
Kumpulan Fatwa Tentang Aqidah dari Syaikh Ibnu Jibrin, hal. 52-53.

Apakah Iman itu Tauhid? (Fatwa Syaikh ibnu Al-Utsaimin)

Apakah Iman itu Tauhid? (Fatwa Syaikh ibnu Al-Utsaimin)

Pertanyaan:
Apakah iman itu adalah tauhid ?

Jawaban:
Tauhid adalah mengesakan Allah dalam hal-hal yang khusus bagi Allah dan keharusan bagi-Nya. Sedangkan, Iman adalah pembenaran yang mencakup penerimaan dan ketundukan. Diantara keduanya terdapat keumuman dan kekhususan masing-masing, setiap muwahhid (orang yang bertauhid) adalah mu'min (orang yang beriman), dan setiap mu'min adalah muwahhid dengan makna umum. Akan tetapi, kadang tauhid itu lebih khusus daripada iman dan kadang iman itu lebih khusus daripada tauhid. waAllahu a'lam.

Rujukan:
Majmu' Fatawa Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin Jilid 1 Fatwa No. 2

Apakah boleh mempelajari Injil ? (Fatwa Syaikh Al-Utsaimin)

Apakah boleh mempelajari Injil ? (Fatwa Syaikh Al-Utsaimin)

Pertanyaan:
Apakah boleh bagi seorang muslim mempelajari Injil untuk mengetahui firman Allah kepada hamba dan utusan-Nya Isa عليه السلام ?

Jawaban:
Tidak boleh mempelajari sesuatupun dari kitab-kitab sebelum Al-Qur'an baik Injil, Taurat ataupun selain keduanya, karena dua sebab berikut :
Yang pertama, bahwa semua yang bermanfaat di dalamnya maka sesungguhnya Allah سبحانه و تعالى telah menjelaskannya di dalam Al-Qur'an.
Yang kedua, bahwa Al-Qur'an telah mencukupi atas kitab-kitab tersebut, sebagaimana firman Allah Ta'ala :

"Dia telah menurunkan kepadamu (Muhammad) Al-Kitaab (Al-Qur'an) dengan sebenarnya dan membenarkan kitab yang (diturunkan) sebelumnya."[Ali Imraan 3]
dan firman-Nya :

"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan..." [Al-Ma'idah 48]
Maka kebaikan yang terdapat di dalam kitab-kitab terdahulu terdapat di dalam Al-Qur'an.

Perkataan penanya bahwa dia ingin mengetahui firman Allah kepada hamba dan utusan-Nya, Isa عليه السلام, sesungguhnya sesuatu yang bermanfaat darinya bagi kita Allah telah menceritakan kisahnya di dalam Al-Qur'an dan tidak perlu mencari pada selainnya. Demikian juga Injil yang ada sekarang ini telah dirubah, dan dalil (bukti) atas hal ini bahwa empat buat injil yang ada saling menyelisihi satu dengan lainnya, dan bukanlah lagi satu Injil, kalau demikian tidak bisa dijadikan pegangan.
Adapun penuntut ilmu yang memiliki ilmu yang mutamakkin dari pengetahuannya tentang al-haq dan al-bathil maka tidak mengapa mempelajarinya untuk membantah kebathilan di dalamnya dan menegakkan hujjah bagi pemeluknya.


Rujukan:
Majmu' Fatawa Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin Jilid 1, Fatwa No. 5

Apakah Berislam Cukup Dengan Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat Atau Harus Ada Hal-hal Yang Lainnya? (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Apakah Berislam Cukup Dengan Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat Atau Harus Ada Hal-hal Yang Lainnya? (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Pertanyaan: 
Apakah cukup dengan rukun Islam pertama saja, yaitu syahadat bahwa tiada Tuhan -yang haq untuk disembah- selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah atau harus dengan adanya hal-hal yang lain sehingga keislaman seseorang menjadi sempurna?

Jawaban:

Bila seorang kafir bersyahadat bahwa tiada Tuhan -yang haq untuk disembah- selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah dengan setulus-tulusnya dan seyakin-yakinnya, dia mengetahui konsekuensinya dan mengamalkannya berdasarkan hal itu, maka dia telah masuk ke dalam Islam. Kemudian dia diminta untuk melakukan shalat dan hukum-hukum Islam yang lainnya. Oleh karena itu, ketika Nabi صلی الله عليه وسلم mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, beliau bersabda kepadanya, "Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari ahli kitab; bila engkau telah mendatangi mereka maka serulah mereka agar bersyahadat bahwa tiada Tuhan -yang haq untuk disembah- selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Jika mereka menaatimu dengan hal itu, maka beritahukanlah pula kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan shalat lima waktu dalam sehari semalam; jika mereka menaatimu dengan hal itu, maka beritahukanlah lagi kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan untuk membayar zakat yang (prosesnya) diambil dari orang-orang kaya di kalangan mereka untuk dikembalikan (diberikan) kepada kaum fakir mereka." [1]

Beliau صلی الله عليه وسلم tidak menyuruh mereka untuk melakukan shalat dan membayar zakat kecuali setelah bertauhid dan beriman kepada Rasulullah.

Bila orang kafir tadi melakukan seperti itu, maka dia telah menjadi Muslim, kemudian dia diminta agar melakukan shalat dan hukum-hukum agama lainnya. Bila dia menolak melakukan hal itu, maka dia terkena hukum-hukum yang lainnya; jika meninggalkan shalat, penguasa memintanya agar bertaubat, bila menerima maka dia adalah Muslim dan bila menolak, dia dibunuh. Demikian pula, dia diperlakukan sesuai dengan yang semestinya terhadap hukum-hukum agama yang lainnya.


_________
Footnote:
[1] Shahih al-Bukhari, kitab az-Zakah, no. 1458; Shahih Muslim, kitab al-Iman, no. 19.

Rujukan:
Majallah al-Buhuts, Vol. 42, hal. 141-142 dari fatwa Syaikh Ibnu Baz.

Apakah Benar Orang-orang Barat Tidak Membenci Islam?

Apakah Benar Orang-orang Barat Tidak Membenci Islam?

Pertanyaan: 
Syaikh yang mulia, apa pendapat anda mengenai orang yang meyakini bahwa orang-orang Barat tidak membenci Islam dan para pemeluknya, tetapi mereka hanya berjalan sesuai kepentingan-kepentingan mereka; bila selaras dengan kepentingan kita, mereka bersama kita dan bila berbenturan kepentingan, mereka memerangi kita?

Jawaban:

Menurut pendapat saya bahwa pandangan seperti ini salah, buktinya orang-orang Barat tersebut ikut membantu para misionaris yang keluar menuju negeri-negeri Islam untuk menyiarkan misi agama Nasrani. Andaikata tidak membenci Islam, niscaya mereka tidak akan membantu para misionaris tersebut di dalam menyiarkan dakwah mereka yang batil. Juga, tidak diragukan lagi bahwa banyak dari kalangan mereka, terutama para pemimpin mereka adalah orang-orang yang materialis. Yakni, urusan agama tidak penting bagi mereka, yang mereka pentingkan hanyalah kepentingan-kepentingan mereka. Jadi, mereka hanya mengikuti kepentingan materialistis saja.
Akan tetapi meskipun demikian, kami tidak melihat bahwa mereka itu menyenangi Islam bahkan mereka itu membencinya, buktinya mereka memfasilitasi para misionaris Nasrani untuk bergiat di bumi kaum Muslimin dan membantu mereka dalam hal tersebut.
Rujukan:
Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin yang ditanda tangani oleh beliau.

Aliran-aliran Dan Sekte-sekte, Fatwa Syar'iyyah Seputar Hukum Berafiliasi Kepada Gerakan 'Freemasonry', Keputusan Lembaga Pengkajian Fikih (Al-Mujamma' al-Fiqhi)

Aliran-aliran Dan Sekte-sekte, Fatwa Syar'iyyah Seputar Hukum Berafiliasi Kepada Gerakan 'Freemasonry', Keputusan Lembaga Pengkajian Fikih (Al-Mujamma' al-Fiqhi)

Pertanyaan: 
Aliran-aliran Dan Sekte-sekte, Fatwa Syar'iyyah Seputar Hukum Berafiliasi Kepada Gerakan 'Freemasonry', Keputusan Lembaga Pengkajian Fikih (Al-Mujamma' al-Fiqhi)

Jawaban:

Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga dilimpah-kan kepada Rasulullah, keluarga besar, para sahabat serta orang-orang yang berjalan di bawah petunjuk beliau صلی الله عليه وسلم. Amma ba'du:

Dalam simposium pertamanya di Mekkah yang diselenggarakan pada tanggal 10 Sya'ban 1398 H, bertepatan dengan tanggal 15 Juli 1978 M, al-Mujamma' al-Fiqhiy telah membahas diskursus seputar 'organisasi freemasonry dan orang-orang yang berafiliasi kepadanya serta hukum syariat Islam terhadapnya'.

Seluruh anggota telah melakukan penelitian yang seksama tentang organisasi yang berbahaya ini dan telah membahas tulisan seputarnya baik edisi lama ataupun yang terkini, demikian juga dokumen-dokumen terkait yang telah disebarluaskan dan ditulis oleh para anggotanya dan sebagian para tokohnya, berupa karya-karya tulis dan artikel-artikel yang dimuat di berbagai majalah yang menjadi corongnya.

Berdasarkan sejumlah tulisan dan teks yang telah diteliti darinya, al-Mujamma' telah mendapatkan gambaran yang jelas dan tak dapat diragukan lagi sebagai berikut:

1. Freemasonry adalah organisasi rahasia yang terkadang merahasiakan operasinya dan terkadang menampakkannya sesuai dengan situasi dan kondisi, akan tetapi prinsip-prinsip kerjanya yang substansial adalah kerahasiaan dalam setiap kondisi, tidak dapat diketahui bahkan oleh para anggotanya sendiri kecuali oleh tim inti yang telah melewati tahapan eksperimen yang beragam mencapai karir tertinggi di dalamnya.

2. Ia membina kontak antar para anggotanya di seluruh penjuru dunia berdasarkan pilar lahiriah semata untuk mengecoh para anggota yang bodoh (tidak diandalkan), yaitu persaudaraan insani semu yang dijalin antar para anggota tanpa membeda-bedakan keyakinan, sekte dan aliran yang beragam.

3. Ia mengincar orang-orang penting untuk masuk ke dalam keanggotaannya dengan cara iming-iming kepentingan pribadi berdasarkan pilar 'bahwa setiap saudara sesama anggota freemasonry ditempa untuk membantu setiap anggota freemasonry lainnya di bumi manapun dia berada; membantu hajatnya, tujuan dan problematikanya, mendukung tujuan-tujuannya bila dia termasuk orang-orang yang memiliki ambisi politik dan membantunya pula bila dia berada dalam suatu kesulitan, apapun dasar bantuan itu, baik berada di pihak yang benar ataupun batil, berbuat zhalim ataupun dizhalimi meskipun secara lahirnya ia menutup-nutupi hal itu di mana sebenarnya ia menolongnya di atas kebatilan. Ini merupakan iming-iming yang paling serius dalam mengincar orang-orang dari ber-bagai level sosial dan kemudian menarik dari mereka sumbangan dana keanggotaan yang tidak sedikit.

4. Keanggotaan dilakukan pada prosesi penobatan anggota baru di bawah acara resmi simbolik yang menyeramkan guna meneror si anggota bilamana berani melanggar peraturan-peraturannya sedangkan perintah-perintah yang diberikan kepadanya diatur berdasarkan urutan levelnya.

5. Sesungguhnya para anggota yang bodoh dibiarkan bebas melakukan ritualitas keagamaannya. Organisasi hanya memanfaatkan mereka dalam batasan yang sesuai dengan kondisi mereka saja di mana (di dalam keanggotaan) mereka ini akan tetap berada pada level bawah. Sedangkan para anggota yang atheis atau siap untuk menjadi atheis, level mereka akan naik secara bertahap dengan melihat kepada pengalaman-pengalaman dan ujian-ujian yang gencar sesuai dengan kesiapan mental mereka dalam menjalankan program-program kerja dan prinsip-prinsip organisasi yang amat berbahaya itu.

6. Organisasi ini memiliki target-target politis dan memiliki andil dan campur tangan dalam mayoritas peristiwa penggulingan kekuasaan politik, militer dan perubahan-perubahan berbahaya lainnya baik secara terang-terangan maupun terselubung.

7. Secara prinsip kerja dan organisasi, ia lahir dari gerakan Yahudi dan secara administratif berada di bawah Manajemen Yahudi internasional tingkat tinggi, serta secara operasionil senyawa dengan gerakan Zionis.

8. Tujuan-tujuannya yang hakiki dan terselubung adalah anti semua agama guna menghancurkannya secara keseluruhan, dan secara khusus menghancurkan Islam di dalam jiwa-jiwa penganutnya.

9. Organisasi ini sangat antusias memilih para anggotanya dari kalangan orang-orang yang memiliki jabatan tinggi; baik di bidang finansial, politis, sosial ataupun ilmiah. Atau kedudukan apa saja yang sekiranya dapat memanfaatkan orang-orang berpengaruh di masyarakat mereka. Sedangkan afiliasi orang-orang yang tidak dapat dimanfaatkan kedudukannya, tidak begitu penting bagi organisasi ini, karenanya ia hanya sangat antusias terhadap bergabungnya para kepala negara, menteri-menteri dan para petinggi suatu negara serta orang-orang semisal itu.

10.Organisasi ini memiliki banyak cabang yang memakai nama-nama lainnya untuk mengecoh dan mengalihkan perhatian orang sehingga ia bisa melakukan aktifitas-aktifitasnya di bawah nama-nama yang beragam tersebut bilamana mendapatkan penentangan jika memakai nama freemasonry pada kawasan tertentu. Cabang-cabang terselubung dengan nama-nama yang beragam tersebut, di antaranya: organisasi hitam, Rotary Club, Lions Club, dan prinsip-prinsip serta aktifitas-aktifitas busuk lainnya yang bertentangan dan bertolak-belakang secara total dengan kaidah-kaidah Islam.

Telah tampak jelas bagi al-Mujamma' korelasi yang kental antara organisasi freemasonry dan gerakan Yahudi-Zionis. Karenanya, ia berhasil mengontrol aktifitas kebanyakan para pejabat di negara-negara Arab dalam masalah Palestina dan menghalangi mereka dari kewajiban terhadap masalah besar Islam ini demi kepentingan orang-orang Yahudi dan zionisme internasional.

Oleh karena itu dan berdasarkan informasi-informasi lain yang rinci tentang kegiatan freemasonry, bahayanya yang besar, pengela-buannya yang demikian busuk dan tujuan-tujuannya yang licik, al-Mujamma' al-Fiqhiy memutuskan untuk menganggap 'Freemasonry' sebagai organisasi paling berbahaya yang merusak Islam dan kaum Muslimin. Demikian pula, siapa saja yang berafiliasi kepadanya secara sadar akan hakikat dan tujuan-tujuannya maka dia telah kafir terhadap Islam dan menyelisihi para penganutnya. Wallahu Waliy at-Taufiq.
Rujukan:
Kumpulan fatwa Islam dari Sejumlah ulama, Jilid I, hal. 115-117.

Surat-Menyurat Antara Laki-laki dan Perempuan (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Surat-Menyurat Antara Laki-laki dan Perempuan (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pertanyaan: 
Jika seorang laki-laki dan seorang wanita saling berkirim surat lalu mereka saling mencintai, apakah ini dianggap haram?

Jawaban:

Perbuatan ini tidak boleh dilakukan karena bisa menimbulkan syahwat antara keduanya dan membangkitkan ambisi untuk saling bertemu dan berjumpa. Banyak terjadi fitnah akibat surat menyurat seperti itu dan menanamkan kesukaan berzina di dalam hati, hal ini bisa menjerumuskan ke dalam perbuatan keji atau menyebabkan terjerumus. Maka kami nasehatkan, barangsiapa yang menginginkan kemaslahatan dirinya dan melindunginya hendaklah tidak melakukan surat menyurat, obrolan atau lainnya yang sejenis, demi memelihara agama dan kehormatan. Hanya Allah lah yang kuasa memberi petunjuk.


Rujukan:
Fatawa Al-Mar'ah, Syaikh Ibnu Jibrin, hal. 58


Pertanyaan:
Apa hukum surat menyurat antara pemuda dengan pemudi bila surat menyurat itu tidak mengandung kefasikan, kerinduan atau kecemburuan?

Jawaban:

Seorang laki-laki tidak boleh menyurati wanita yang bukan mahramnya, karena hal ini mengandung fitnah, mungkin si pe-ngirim menduga bahwa hal itu tidak mengandung fitnah, tapi sebenarnya setan tetap bersamanya yang senantiasa menggodanya dan menggoda wanita itu.

Nabi telah memerintahkan, barang siapa mendengar dajjal hendaklah ia menjauhinya, beliau menga-barkan, bahwa seorang laki-laki didatangi dajjal, saat itu ia seorang mukmin, namun karena masih bersama dajjal sehingga ia pun terfitnah. Dalam surat menyurat antara para pemuda dengan para pemudi terkandung fitnah dan bahaya yang besar yang harus dijauhi, walaupun penanya menyebutkan bahwa surat-surat itu tidak mengandung kerinduan maupun kecemburuan.

Adapun surat menyurat antara laki-laki dengan laki-laki dan wanita dengan wanita, hal ini boleh, kecuali ada yang membahayakan.
Rujukan:
Fatawa Al-Mar'ah Al-Muslimah, hal. 578, Syaikh Ibnu Utsaimin, editor Asyraf Abdul Maqshud.

Siapa yang lebih Takwa kepada Allah? (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Siapa yang lebih Takwa kepada Allah? (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Pertanyaan:
Kapan bangsa non Arab lebih mulia dari bangsa Arab?



Jawaban:
Hukum tersebut adalah sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah سبحانه و تعالى dalam firmanNya,

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu." (Al-Hujurat :13).

Apabila non Arab lebih bertakwa kepada Allah سبحانه و تعالى maka dia lebih utama. Dan seperti ini pula apabila bangsa Arab lebih takwa kepada Allah سبحانه و تعالى, maka dia lebih utama. Keutamaan, kemuliaan, dan kedudukan adalah dengan takwa. Siapa yang lebih bertakwa kepada Allah سبحانه و تعالى , maka dia lebih utama, sama saja dia dari bangsa ajam (non Arab) atau dari bangsa Arab.
Rujukan:
Majalah al-Buhuts edisi 31 hal. 109. Syaikh Ibnu Baz.

Sepak Bola (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Sepak Bola (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pertanyaan: 
Perusahaan Pepsi Cola mengumumkan niatnya melaksanakan kompetisi sepak bola untuk pemula dari usia 12 hingga 16 tahun, dari pelajar SD hingga SMP, di bawah bimbingan club Inggris. Dia meminta semua sekolah ikut serta untuk memilih satu tim dari mereka setelah dilakukan seleksi kepada mereka. Apa pendapat Syaikh? Apakah semua orang harus mendorong anak-anaknya untuk ikut serta agar bisa pergi ke Inggris? 

Jawaban:

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah atas nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabat-sahabatnya, serta orang yang mengikuti kebaikan mereka hingga hari pembalasan.

Saya telah mendengar berita ini dan membacanya, isinya adalah bahwa mereka akan memilih tiga tim dari anak-anak kecil. Satu tim hingga usia 12 tahun, satu tim hingga usia 14 tahun, dan satu tim lagi hingga usia 16 tahun. Untuk menyaring di antara mereka orang yang mereka anggap pantas untuk ikut bergabung dalam pendidikan ini, yang akan dilatih di Inggris.

Saya tidak yakin ada orang yang mengizinkan anaknya, belahan jiwanya, buah hatinya, pergi ke Inggris di usia dini ini, atau negeri kafir lainnya. Karena hal itu akan mendatangkan bahaya besar terhadap agama anak tersebut, akhlak dan ibadahnya. Haram hukumnya bagi manusia (Muslim) mengizinkan perusahaan ini membawa anak-anak ini ke Inggris atau negara-negara kafir lainnya. Karena dia adalah pemegang amanah istri dan anak-anaknya, pengurus mereka dan akan ditanya tentang mereka di hari kiamat. Karena firman Allah سبحانه و تعالى,

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." ( At-Tahrim: 6).

Sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,
وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلىَأَهْلِبَيْتِهِوَهُوَمَسْؤُوْلٌ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْمَسْؤُوْلٌعَنْ رَعِيَّتِهِ
"Seorang lelaki adalah pemimpin atas keluarganya dan dia akan ditanya?kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan ditanya tentang kepemimpinannya." [1]

Saya memohon kepada Allah سبحانه و تعالى agar memelihara negara dan generasi muda kita dari tipu daya musuh-musuh kita, memelihara pemerintah kita dengan Islam, dan memelihara Islam dengannya. Semoga Allah سبحانه و تعالى menjadikan kita sebaik-baik pemimpin terhadap anak-anak bangsanya, belahan jiwanya, agar membersihkan mereka dari pemikiran jahat seperti ini. Sesungguhnya Dia Yang Maha Melindungi hal tersebut dan Maha Berkuasa atasnya. Dan segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah atas Nabi Muhammad, keluarga, dan sahabatnya.


Footnote:
[1] Al-Bukhari dalam al-Istiqradh (2409); Muslim dalam al-Imarah (1829).
Rujukan:
Fatawa Mu'ashirah, hal 64-65, Syaikh Ibn Utsaimin.

Sebab-sebab Terhapusnya Berkah (Fatwa Syaikh Bin Baz)

Sebab-sebab Terhapusnya Berkah (Fatwa Syaikh Bin Baz)

Pertanyaan:
Seorang wanita berinisial (A-'a) dari Riyadh mengatakan dalam pertanyaannya: Saya membaca bahwa di antara dampak dari perbuatan dosa adalah siksaan dari Allah سبحانه و تعالىdan terhapusnya berkah, maka saya menangis karena takut kepada Allah سبحانه و تعالى, berilah petunjuk kepada saya, semoga Allah membalaskan kebaikan kepada Kalian?


Jawaban:

Tidak disangsikan lagi bahwa melakukan dosa termasuk penyebab kemurkaan Allah سبحانه و تعالى dan di antara penyebab terha-pusnya berkah, tertahan turun hujan, penguasaan musuh, sebagaimana firman Allah سبحانه و تعالى,

"Dan sesungguhnya kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. ( Al-A'raf :130).

Dan firman Allah,

"Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosa-nya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang menguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." ( Al-Ankabut :40).

Ayat-ayat tentang hal ini sangat banyak. Dan tersebut dalam hadits shahih dari Nabi صلی الله عليه وسلمbahwa beliau bersabda,
إِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيْبُهُ
"Sesungguhnya seseorang ditahan rizkinya karena dosa yang dilakukannya." [1]2

Setiap muslim dan muslimah wajib bersikap waspada dari segala dosa dan bertaubat dari dosa di masa lalu disertai berbaik sangka kepada Allah, mengharapkan ampunanNya, dan takut dari murka dan siksaNya, sebagaimana firman Allah dalam kitab-Nya yang Mulia tentang hamba-hambaNya yang shalih,

"Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami." ( Al-Anbiya':90).

dan firmanNya,

"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmatNya dan takut akan adzabNya; sesungguhnya adzab Rabbmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti." ( Al-Isra' :57).

Dan firmanNya سبحانه و تعالى,

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (At-Taubah :71).

Disyari'atkan bagi mukmin dan mukminah agar melakukan sebab-sebab yang dibolehkan oleh Allah سبحانه و تعالى. Dan dengan hal tersebut, ia menggabungkan antara takut, raja' (mengharap) dan melakukan segala sebab, serta bertawakkal kepada Allah سبحانه و تعالى, berpegang kepadaNya untuk mendapatkan yang dicari dan selamat dari yang ditakuti. Dan Allah سبحانه و تعالى yang Maha Pemurah, berfirman,

"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidada disangka-sangkanya."(Ath-Thalaq: 2-3).

Dan yang berfirman,

"Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya." (Ath-Thalaq: 4).

Dan Dialah yang berfirman,

"Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." ( An-Nur: 31).

Wahai saudariku, Anda harus bertaubat kepada Allah terhadap semua dosa di masa lalu dan istiqamah (konsisten) dalam ketaatan kepadaNya serta berbaik sangka denganNya, waspada terhadap sebab-sebab kemurkaanNya, bergembiralah dengan kebaikan yang banyak dan akhir yang terpuji. Hanya Allah سبحانه و تعالى yang memberikan taufiq.

Footnote:
[1] HR. Ibnu Majah dalam al-Fitan (4022); Ahmad (21881).
Rujukan:
Majalah al-Buhuts, edisi (31) hal 120-121 Syaikh Bin Baz.