Kumpulan Fatwa Ulama

Minggu, 29 April 2018

Profesi yang Tidak Terhormat Beserta Dalilnya (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Profesi yang Tidak Terhormat Beserta Dalilnya (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Pertanyaan: 
Sebagian orang berpendapat bahwa ada beberapa profesi yang tidak terhormat dan mencela orang yang bekerja padanya. Seperti tukang masak (koki), tukang cukur, pembuat sepatu, petugas kebersihan (cleaning service) dan pekerjaan lainnya. Apakah ada dalil syar'i yang mendukung kebenaran keyakinan ini? Apakah pekerjaan-pekerjaan seperti ini ditolak oleh adat istiadat dan tabi'at bangsa Arab? Berilah penjelasan kepada kami, semoga Allah سبحانه و تعالىmembalaskan kebaikan kepada Anda.

Jawaban:

Apabila orang yang bekerja tersebut bertakwa kepada Rabb-nya, menasehati dan tidak menipu orang-orang yang bertransaksi dengannya, kami tidak mengetahui adanya aib pada semua profesi ini dan profesi-profesi mubah lainnya, berdasarkan umumnya dalil-dalil syar'i tentang hal itu, seperti sabda Rasulullah صلی الله عليه وسلم tatkala ditanya tentang usaha yang paling baik, beliau menjawab,
عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ
"Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur." [1]
Dan sabdanya,
أَكَلَ أَحَدٌ طَعَاماً قَطُّ خَيْراً مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَيَأْكُلُمِنْعَمَلِيَدِهِ
"Tidak pernah ada seseorang yang menyantap makanan yang lebih baik dari seseorang yang menyantap makan hasil keringatnya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Daud عليه السلامmakan dari hasil keringatnya sendiri."[2]

Karena manusia membutuhkan profesi-profesi ini dan sejenisnya, maka meninggalkannya dan menghindar darinya justru membahayakan kaum muslimin dan memaksa mereka mempekerjakan musuh-musuh mereka (non muslim).

Kepada orang yang bekerja di bagian kebersihan (cleaning service) agar selalu menjaga kebersihan badan dan pakaiannya dari najis dan selalu membersihkannya apabila terkena najis.
Footnote:
[1] HR. Ahmad (16814); ath-Thabrani dalam al-Kabir (4411); al-Bazzar (1257) dari jalur Rafi? dan dishahihkan oleh al-Hakim (10/2) dari jalur al-Bara'.
[2] HR. Al-Bukhari dalam Shahihnya dalam al-Buyu' (2083).
Rujukan:
Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Jilid V no. 425, Syaikh Ibn Baz.

Pindah Karena Rumah Sial (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pindah Karena Rumah Sial (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pertanyaan: 
Seseorang tinggal di rumah, lalu menderita penyakit dan berbagai macam musibah yang membuat dia dan keluarganya menganggap rumah ini sial. Bolehkan baginya meninggalkan rumah ini karena sebab ini?

Jawaban:

Terkadang Allah سبحانه و تعالىmenjadikan kesialan pada sebagian rumah atau kendaraan atau istri, Dia menjadikan dengan hikmah-Nya serta kebersamaanNya, bisa jadi (adanya) bahaya atau hilangnya manfaat atau seumpama yang demikian itu. Atas dasar ini, tidak mengapa ia menjual rumah ini dan pindah ke rumah lainnya. Semoga Allah سبحانه و تعالىmenjadikan kebaikan di rumah yang dipindahinya. Telah datang dari Nabi صلی الله عليه وسلم bahwa beliau bersabda,
"Sial ada pada tiga macam; di kuda (kendaraan), perempuan (istri) dan rumah." (HR. Al-Bukhari, kitab ath-Thibb (2858); Muslim, kitab as-Salam (2225))

Sebagian kendaraan, terkadang ada sial padanya, sebagian istri terdapat sial padanya, dan sebagian rumah mengandung sial padanya. Apabila manusia melihat hal itu, hendaklah ia meyakini bahwa hal itu adalah taqdir Allah سبحانه و تعالى, dan sesungguhnya Allah dengan hikmahNya telah mentaqdirkan hal itu agar manusia ber-pindah ke tempat lain. Wallahu a'lam.
Rujukan:
Al-Majmu ats-Tsamin min fatawa Ibn Utsaimin. Jilid I hal. 70-71.

Penyimpangan Para Pemuda (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Penyimpangan Para Pemuda (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Pertanyaan: 
Apakah penyebab penyimpangan dan larinya kebanyakan generasi muda dari nilai-nilai agama?

Jawaban:

Penyimpangan dan larinya kebanyakan generasi muda dari segala hal berkaitan dengan nilai-nilai agama seperti yang anda sebutkan disebabkan banyak hal: yang paling prinsip adalah kurangnya ilmu dan bodohnya mereka terhadap hakekat Islam dan keindahannya, tidak ada perhatian terhadap al-Qur'an al-Karim, kurangnya pendidik yang memiliki ilmu dan kemampuan untuk menjelaskan hakekat Islam kepada generasi muda, menjelaskan segala tujuan dan kebaikannya secara terperinci yang bakal didapatkan di dunia dan akhirat.

Ada beberapa penyebab yang lain, seperti lingkungan, radio dan telepon, rekreasi keluar negeri, dan bergabung dengan kaum pendatang yang memiliki aqidah yang batil, akhlak yang menyimpang, dan kebodohan yang berlipat ganda, hingga faktor-faktor lainnya yang menyebabkan mereka lari dari Islam dan mendo-rong mereka dalam pengingkaran dan ibahiyah (permisivme). Pada posisi ini, banyak generasi muda yang bergabung, hati me-reka kosong dari ilmu-ilmu yang bermanfaat dan akidah-akidah yang benar, datangnya keraguan, syubhat, propaganda-propaganda menyesatkan dan syahwat-syahwat yang menggiurkan. Akibat dari semua itu adalah yang telah kamu sebutkan dalam pertanyaan berupa penyimpangan dan larinya kebanyakan pemuda dari segala hal yang mengandung nilai-nilai Islam. Alangkah indahnya ungkapan dalam pengertian ini:

Hawa nafsu datang kepadaku, sebelum aku mengenalnya. Maka ia mendapatkan hati yang kosong, lalu menetap (di dalamnya).
Dan yang lebih mantap, lebih benar dan lebih indah dari ungkapan itu adalah firman Allah سبحانه و تعالى,

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilahnya.Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya dari binatang ternak itu)." (Al-Furqan :43-44).

Menurut keyakinan saya, pengobatannya bervariasi menurut jenis penyakitnya, yang terpenting adalah memberikan perhatian terhadap al-Qur'an al-Karim dan as-Sunnah an-Nabawiyah, ditambah lagi adanya guru, direktur, pengawas dan metode yang shalih, melakukan reformasi terhadap berbagai sarana informasi di negara-negara Islam, dan membersihkan dari ajakan kepada ibahiyah, akhlak yang tidak Islami, berbagai macam pengingkaran dan kerusakan yang ada padanya, apabila para pelaksananya adalah orang-orang jujur dalam dakwah Islam, dan memiliki keinginan dalam mengarahkan rakyat dan generasi muda kepa-danya. Di antaranya adalah memprioritaskan perbaikan lingkungan dan membersihkannya dari berbagai wabah yang ada padanya.

Termasuk pengobatan juga adalah larangan melancong ke luar negeri kecuali karena terpaksa. Dan perhatian terhadap organisasi-organisasi Islam yang bersih, serta terarah lewat perantara berbagai sarana informasi, para guru, da'i dan para khatib. Aku memohon kepada Allah agar memberikan nikmat atas hal itu, membimbing para pemimpin umat Islam, memberikan taufiq kepada mereka untuk memahami dan berpegang dengan agama, dan melawan sesuatu yang menyalahinya dengan jujur, ikhlas, usaha yang berkesinambungan. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar serta Dekat.

Rujukan:
Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, Jilid V hal, 253-254. Syaikh Ibn Baz.

Penyelesaian yang Benar Untuk Menghindari Tipu Daya Masa Kini (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Penyelesaian yang Benar Untuk Menghindari Tipu Daya Masa Kini (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Pertanyaan:
Bagaimana Syaikh melihat suatu penyelesaian agar menghindarkan para pemuda terjatuh di bawah tipu daya masa kini dan mengarah kepada tujuan yang benar?

Jawaban:
Sesungguhnya jalan ideal agar para pemuda melewati jalan yang benar dalam memahami agamanya dan dakwah kepadanya, yaitu istiqamah (konsisten) atas manhaj yang lurus dengan memahami agama dan mempelajarinya, memperhatikan al-Qur'an al-Karim dan Sunnah yang suci. Saya menasehatinya agar berteman dengan orang-orang terpilih dan teman-teman yang baik dari golongan para ulama yang dikenal istiqamah, sehingga ia bisa mengambil faedah dari mereka dan dari akhlak mereka. Seperti saya nasehatkan pula agar segera menikah, dan berusaha mencari istri yang shalihah karena sabdanya صلی الله عليه وسلم,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اْلبَاءةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
"Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang sanggup menikah, hendaklah ia menikah. Karena hal itu lebih memejamkan mata dan memelihara kemaluan. Dan siapa yang tidak mampu hendaklah ia berpuasa. Karena hal itu merupakan penahan hawa nafsu." [1]

Footnote:
[1] HR. Al-Bukhari dalam an-Nikah (5066); Muslim dalam an-Nikah (1400).
Rujukan:
Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah jilid V hal 262. Syaikh Ibn Baz.

Penampilan Seorang Muslim (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Penampilan Seorang Muslim (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pertanyaan: 
Kami melihat beberapa orang yang taat beragama, menyepelekan kebersihan mereka. Apabila mereka ditanya tentang hal itu, mereka menjawab sesungguhnya kelusuhan/kekotoran sebagian dari iman. Kami sangat mengharapkan penjelasan kalian, sejauh mana kebenaran ucapan mereka? Semoga Allah سبحانه و تعالىmembalas kebaikan kepada kalian.

Jawaban:
Mestinya bagi manusia adalah selalu indah dalam berpakaian dan penampilan, sebatas kemampuan; karena Nabi صلی الله عليه وسلم tatkala para sahabat berbicara tentang takabur (sombong), mereka berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya seorang laki-laki senang kalau sandal dan bajunya bagus." Rasulullah صلی الله عليه وسلم menjawab,
إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ اْلجَمَالَ

"Sesungguhnya Allah Maha Indah serta menyukai keindahan."
 [1]

Maksudnya menyukai memperindah diri. Beliau tidak mengingkari mereka yang menyukai pakaian dan sandal bagus, namun langsung bersabda, "Sesungguhnya Allah سبحانه و تعالىMaha Indah serta menyukai keindahan." Maksudnya menyukai memperindah diri. Dan berdasarkan hal itulah kami mengingatkan, "Sesungguhnya pengertian hadits 'Sesungguhnya kelusuhan/kekotoran sebagian dari iman' adalah bahwa manusia tidak menyusahkan diri dengan berbagai hal. Apabila segala sesuatu itu tidak dipaksakan, tetapi datang dengan dasar-dasarnya, sesungguhnya ia membawakan nash ini atas nash yang telah saya berikan tadi yaitu: bahwa keindahan adalah perkara yang disukai Allah سبحانه و تعالى. Tetapi dengan syarat tidak sampai israf (berlebih-lebihan) dan tidak turun ke derajat yang seharusnya ada pada laki-laki.


Footnote:
[1] Muslim dalam al-Iman (91).

Rujukan:
Dari Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin yang beliau tanda tangani.

Meninggalkan Pekerjaan yang di Dalamnya Terdapat Maksiat (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Meninggalkan Pekerjaan yang di Dalamnya Terdapat Maksiat (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Pertanyaan:
Sebagian manusia tidak setuju keputusan sebagian orang yang meninggalkan pekerjaan yang di dalamnya terdapat perbuatan maksiat dan yang diharamkan, dan menuduh mereka tergesa-gesa, membinasakan diri sendiri, dan tidak mendapatkan pekerjaan, apakah rizki memang di tangan mereka?

Jawaban:

Semua rizki berada di tangan Allah سبحانه و تعالى. Bisa saja tindakannya meninggalkan maksiat menjadi penyebab datangnya rizki, karena firman Allah سبحانه و تعالى,

"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya."(Ath-Thalaq: 2-3).

Rizki dari Allah سبحانه و تعالى tidak akan bisa didapatkan karena kemaksiatan kecuali atas dasar istidraj(memperdaya/memberikan tempo). Apabila anda melihat seseorang yang diberikan Allah rizki yang melimpah kepadanya, sedangkan dia tetap melakukan maksiat, maka ini adalah istidraj dari Allah kepadanya, karena Allah سبحانه و تعالى berfirman dalam KitabNya,

"Dan begitulah adzab Rabbmu, apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya adzabNya itu adalah sangat pedih lagi keras." (Hud: 102).

Nabi صلی الله عليه وسلم menjelaskan bahwa Allah سبحانه و تعالى memberikan tempo kepada orang yang zhalim, hingga apabila Allah سبحانه و تعالىmenurunkan adzabNya, Dia tidak akan melepaskannya. Lalu beliau membaca ayat ini,

"Dan begitulah adzab Rabbmu, apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya adzabNya itu adalah sangat pedih lagi keras". ( Hud:102).

Adapun ucapan orang yang mengatakan bahwa ini adalah tindakan tergesa-gesa dan membinasakan diri sendiri, sebenarnya hal ini tidak bisa kita katakan tergesa-gesa atau tidak tergesa-gesa hingga kita melihat kondisi orang yang lari dari pekerjaan; apakah dia bisa tetap bekerja disertai sifat sabar atau tidak bisa sabar, sehingga terpaksa keluar dari pekerjaannya. Apabila ia bisa sabar dan mengharapkan pahala terhadap gangguan yang didapatnya, apalagi dalam perkara-perkara penting seperti seorang tentara misalnya, maka dia wajib untuk tetap bersabar. Dan jika itu tidak mungkin lalu dipaksa keluar, maka dosa atas orang yang mengeluarkannya.
Rujukan:
Fatawa Mu’ashirah, hal. 61 Syaikh Ibn Baz.

Menghabiskan Waktu Melalui Jaringan Internet (Fatwa Syaikh Ibnu Jibrin)

Menghabiskan Waktu Melalui Jaringan Internet (Fatwa Syaikh Ibnu Jibrin)

Pertanyaan:
Banyak di kalangan pemuda yang menghabiskan sebagian besar waktunya tenggelam di jaringan internet dan berkeliling di situs-situs yang berbeda-beda, yang baik yang buruk, berikanlah nasehat untuk para pemuda tersebut?

Jawaban:

Banyak di kalangan pemuda tersebut yang memiliki waktu senggang dan cenderung kepada hawa nafsu dan sesuatu yang diinginkan oleh jiwa berupa melihat segala yang baru, lalu mereka mengikuti perkumpulan tersebut yang memberikan apa yang disiarkan lewat internet atau saluran alam maya. Tidak disangsikan lagi bahwa kebanyakan yang disiarkan program-program ini adalah syubhat-syubhat yang menyesatkan, propaganda-propa-ganda yang merusak akal dan fitrah, serta gambar-gambar cabul yang menggoda bagi yang menyaksikannya. Maka nasehat kami kepada setiap muslim dari kalangan pemuda dan orang tua agar mendidik diri sendiri dari tempat-tempat itu dan perkumpulan-perkumpulan kotor, agar mereka memelihara pendengaran dari mendengar kata-kata kotor dan ucapan-ucapan yang samar, agar mereka memelihara mata dari melihat siaran-siaran kufur atau bid'ah, karena memelihara waktu mereka dari kesia-siaan, memelihara agama dan akidah mereka dari perbuatan bid'ah, memelihara atas fitrah dan akal mereka dari tertipu dengan yang didengar atau disiarkan yang bisa menghapuskan penglihatan dan menulikan pendengaran. Mereka akan menemukan kesibukan dan menghabiskan waktu senggang mereka dengan berbagai hal yang mengandung maslahat (kebaikan) agama, mencari bekal ilmu-ilmu yang bermanfaat dan amal-amal shalih. Dan dari pekerjaan-pekerjaan duniawi yang mereka dapatkan dengan usaha-usaha yang mubah dan rizki yang halal, yang melangsungkan kehidupan mereka. Atau ilmu-ilmu yang dibolehkan dan berita-berita benar yang menjadi pelajaran berharga dengan mendengarkannya di dalam perjalanan hidup mereka. Mereka saling mengingatkan apa yang dialami oleh pendahulu mereka. Bersyukur dan memuji kepada Rabb mereka bahwa Dia سبحانه و تعالى telah memberikan petunjuk kepada Islam dan membukakan kepada mereka ilmu-ilmu baru yang bermanfaat bagi kehidupan mereka. Sesungguhnya manusia akan dihisab atas waktu yang disia-siakannya. Diriwayatkan dalam hadits,
لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتىَّ يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اِكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ
"Tidak akan terjerumus dua kaki hamba pada hari kiamat sehingga ditanya tentang umurnya ke mana dihabiskannya, tentang ilmunya apa yang dilakukan padanya, tentang hartanya, dari mana didapatkannya dan ke mana digunakan, dan tentang badannya pada apakah ia hancurkan."[1]

Ia harus menyiapkan jawaban bagi setiap pertanyaan dan menyiapkan jawaban yang benar bagi semua jawaban. Allahu A'lam.

Footnote:
[1] HR. At-Tirmidzi dalam shifah al-Qiyamah (2417)
Rujukan:
Diucapkan dan didiktekan oleh Syaikh Abdullah al-Jibrin pada 
2/7/1420 H.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Lima Binatang Fasik (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Lima Binatang Fasik (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pertanyaan:Saya pernah mendengar tentang kata-kata (binatang fasik yang lima). Apa maknanya? Apakah kita diperintahkan membunuhnya hingga di tanah haram (Makkah)?
Jawaban:
Binatang fasiq yang lima adalah: tikus, kalajengking, anjing gila, burung gagak, dan burung rajawali. Inilah lima jenis binatang yang disebutkan Nabi صلی الله عليه وسلم,

"Lima jenis binatang fasiq yang boleh dibunuh di tanah halal dan haram."(HR. Al-Bukhari dalam al-Hajj (1829); Muslim dalam al-Hajj (1198))

Disunnahkan bagi seseorang membunuh lima jenis binatang ini, dan dia sedang berihram atau satu tempat beberapa mil di dalam tanah haram atau di luar tanah haram beberapa mil; karena mendatangkan penyakit dan bahaya di suatu saat. Dan diqiyaskan (analogikan) kepada lima jenis binatang ini yang serupa dengannya atau lebih berbahaya darinya. Selain ular yang ada di dalam rumah, ia tidak boleh dibunuh kecuali setelah diusir sebanyak tiga kali, karena dikhawatirkan ia adalah jin. Sedangkan al-abtar dan dzu thufyatain, maka ia tetap dibunuh sekalipun ada di dalam rumah; karena Nabi صلی الله عليه وسلم melarang membunuhnya kecuali yang tidak berekor dan dzu thufyatain. (HR. Al-Bukhari dalam Bad'ul Khalq, (32897, 3298); Muslim dalam as-Salam (2233))

Al-Abtar: adalah ular yang berekor pendek, dan dzu thuf-yatain adalah yang memiliki dua garis hitam dipunggungnya. Ini adalah dua jenis ular yang boleh dibunuh secara mutlak. Selain keduanya tidak boleh dibunuh tetapi diusir dahulu sebanyak tiga kali dengan mengatakan kepadanya, "Pergilah dan jangan berada di rumahku," atau kata-kata serupa yang menunjukkan ancaman kepadanya dan jangan dibiarkan tetap berada di rumah. Jika setelah itu ia tetap berada di rumah, berarti ia bukan jin. Atau kalau ia memang jin, berarti ia telah merelakan darahnya; maka saat itu boleh dibunuh. Tetapi jika ular tersebut menyerangnya saat itu, ia boleh membela diri walaupun pertama kali. Dengan menangkis serangannya, bahkan walaupun tindakannya membawa kepada kematian ular itu, atau apabila tidak bisa menghindari serangannya kecuali harus membunuhnya, maka ia boleh membunuhnya di saat itu; karena tindakan itu termasuk membela diri.
Sumber:
Fatawa Islamiyah (al-Lajnah ad-Da'imah) Ibnu Utsaimin, 4/450/41. 

Komentar Sekitar Banyaknya Musuh-musuh Pergerakan Islam (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Komentar Sekitar Banyaknya Musuh-musuh Pergerakan Islam (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Pertanyaan:
Musuh-musuh pergerakan-pergerakan Islam sangat banyak, bagaimana caranya menghadapinya?

Jawaban:

Tidak disangsikan lagi bahwa pergerakan-pergerakan Islam di setiap tempat banyak memiliki musuh yang bahu membahu menghadapinya. Adapula pengorganisasian secara terang-terangan maupun rahasia yang membantu mereka dengan berbagai macam bantuan, penopang, dan gambaran strategi. Yang saya lihat di masalah ini adalah bahwa sudah menjadi kewajiban bagi semua negara-negara Islam dan kaum muslim yang kaya raya untuk memberikan bantuan kepada pergerakan-pergerakan Islam di setiap tempat dengan (mengutus) para da'i yang mukhlish serta dikenal memiliki ilmu pengetahuan dan kegiatan Islam, jujur, sabar, akidah yang baik, dan membantu dengan harta yang membantu mereka melaksanakan tugas dakwah, menyebarkannya, dan membantah terhadap musuh-musuh Islam, dan membantu dengan buku-buku, risalah-risalah, buletin-buletin yang berguna di maqam ini dengan menggunakan berbagai macam bahasa menurut tempat domisili gerakan-gerakan Islam tersebut. Dan adanya para pengawas bagi gerakan-gerakan ini yang mengunjungi mereka sewaktu-waktu untuk mengetahui kegiatan, kejujuran dan keperluan mereka. Dan untuk mengarahkannya kepada tindakan yang mesti dijalankan, memudahkan rintangan yang menghadang di hadapan mereka. Mengenal pribadi-pribadi/sosok-sosok atau lembaga-lembaga yang menolong dan memberikan bantuan kepada musuh-musuh secara rahasia atau terang-terangan, agar waspada dan berinteraksi selayaknya. Tidak diragukan lagi, sesungguhnya apa yang telah kami sebutkan, membutuhkan usaha yang benar dan jiwa-jiwa yang beriman, menginginkan Allah dan negeri akhirat. Kami memohon kepada Allah سبحانه و تعالىagar memberikan kepada gerakan-gerakan Islam dan bagi umat Islam di setiap tempat sesuatu yang membantu dan memperlihatkan kepada mereka terhadap kebenaran dan menetapkan atas keberanaran itu, sesungguhnya Dia sebaik-baik yang diminta.
Rujukan:
Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah jilid V hal 253. Syaikh Baz.

Jihad Melawan Orang-orang Munafik Bukan Seperti Jihad Melawan Orang-orang Kafir (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Jihad Melawan Orang-orang Munafik Bukan Seperti Jihad Melawan Orang-orang Kafir (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Pertanyaan:
Apakah jalan terbaik untuk menghadapi peperangan yang dikobarkan terhadap Islam dari sebagian umat Islam sendiri, sama saja mereka berasal dari kalangan sekularisme atau yang lainnya?

Jawaban:

Umat Islam harus menghadapi setiap senjata diacungkan terhadap Islam dengan senjata yang sesuai. Orang-orang yang memerangi Islam dengan pemikiran dan ucapan, harus dijelaskan kebatilan yang mereka pegangi dengan dalil-dalil teoritis rasio-nalis. Ditambah dalil-dalil syar'iyah: hingga jelaslah kebatilan keyakinan mereka. Dan orang-orang yang memerangi Islam dari aspek ekonomi, harus dihadapi bahkan diserang apabila memungkinkan seperti mereka memerangi Islam. Dan dijelaskan bahwa jalan terbaik untuk meluruskan ekonomi secara adil adalah metode Islam. Dan orang-orang yang memerangi Islam dengan senjata harus dilawan dengan yang sebanding dengan senjata mereka. Dan karena inilah, Allah سبحانه و تعالى berfirman,
"Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahannam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya." ( At-Taubah: 73 dan at-Tahrim: 9).

Sudah jelas bahwa berjihad melawan orang-orang munafik bukan seperti berjihad melawan orang-orang kafir, karena jihad melawan orang-orang munafik bisa dengan ilmu dan penjelasan, dan jihad melawan orang-orang kafir adalah dengan pedang dan panah.
Rujukan:
Ad-Da’wah edisi 1288, 
12/11/1411 H. Syaikh Bin Baz.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Jangan Menoleh Karena Waswas (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Jangan Menoleh Karena Waswas (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pertanyaan: 
Banyak manusia yang bercita-cita melakukan kebaikan. Kemudian datang setan lalu memberikan waswas kepadanya dan berkata, "Kamu melakukan itu karena riya' (ingin dilihat orang) dan sum'ah (ingin didengar orang)." Maka ia menjauhkan kita dari perbuatan yang baik. Bagaimana caranya menjauhkan perkara seperti ini?

Jawaban:

Bisa menjauhkan diri dari perkara seperti ini dengan meminta perlindungan Allah dari godaan setan yang terkutuk, terus maju dalam melakukan kebaikan. Jangan menoleh waswas ini yang membuatnya malas melakukan kebaikan. Apabila dia berpaling dari hal ini dan berlindung kepada Allah سبحانه و تعالى dari godaan setan yang terkutuk, niscaya sirnalah hal itu darinya dengan izin Allah سبحانه و تعالى.


Rujukan:
Fatawa al-'Aqidah - Syaikh Ibnu 'Utsaimin hal 345.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Implikasi Dosa Besar Pada Iman Hamba (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Implikasi Dosa Besar Pada Iman Hamba (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Pertanyaan: 
Apa hukumnya melakukan sebagian perbuatan maksiat, terutama dosa-dosa besar, dan apakah hal ada pengaruhnya terhadap keislaman seseorang?

Jawaban:

Benar, hal itu memberikan pengaruh/efek buruk. Sesungguhnya melakukan dosa besar seperti zina, minum arak, membunuh secara tidak benar, memakan riba, ghibah(mengumpat), namimah (adu domba) dan maksiat lainnya berpengaruh terhadap tauhid kepada Allah dan iman kepadaNya serta melemahkannya. Namun seorang muslim tidak menjadi kafir karena melakukan hal itu selama tidak menganggapnya halal. Berbeda dengan kaum Khawarij yang mengkafirkan seorang muslim yang melakukan perbuatan maksiat seperti zina, mencuri, durhaka kepada kedua orang tua dan dosa-dosa besar lainnya, sekalipun ia tidak menghalalkannya (membolehkannya). Ini adalah kesalahan besar kaum KhawarijAhlus Sunnah wal Jama'ahtidak mengkafirkannya karena melakukan hal itu dan tidak menyebabkannya kekal di neraka. Tetapi mereka berkata, 'Iman tauhidnya kurang/berkurang. Tetapi tidak sampai kafir yang besar, tetapi dalam imannya ada kekurangan dan kelemahan.'

Karena inilah, Allah mensyari'atkan pelaku zina dengan had (hukuman) cambuk apabila ia masih bujangan. Dicambuk seratus kali dan dibuang setahun. Demikian pula peminum arak, dicambuk dan tidak dibunuh. Pencuri dipotong tangannya dan tidak dibunuh. Jikalau zina, minum arak, dan mencuri mengakibatkan kufur besar, niscaya mereka dibunuh, berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم, "Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah."[1]

Hal itu menunjukkan bahwa perbuatan maksiat ini bukanlah murtad, namun melemahkan iman dan menguranginya. Karena inilah, Allah سبحانه و تعالى mensyari'atkan ta'dib (agar jera) dengan hukuman ini agar mereka bertaubat dan kembali kepada Rabb mereka dan berhenti melakukan yang diharamkan Rabb kepada mereka.

Mu'tazilah berkata, "Sesungguhnya pelaku maksiat berada di satu tempat di antara dua tempat, tetapi ia dikekalkan di neraka apabila mati sebelum bertaubat." Mereka menyalahi Ahlus Sunnah dan menyetujui kaum Khawarij dalam hal itu. Kedua kelompok tersebut telah tersesat dari jalan yang lurus. Yang benar adalah pendapat pertama, yaitu pendapat Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Yaitu, ia adalah pelaku maksiat yang lemah imannya dan berada dalam bahaya besar karena murka dan siksa Allah سبحانه و تعالى. Akan tetapi ia tidak menjadi kafir yang besar, yaitu murtad dari Islam. Juga tidak kekal di neraka seperti kekalnya orang-orang kafir, apabila ia mati dalam melakukan salah satu dari maksiat itu. Tetapi ia berada di bawah kehendak Allah سبحانه و تعالى, jika Dia menghendaki, Dia mengampuninya. Dan jika Dia سبحانه و تعالى menghendaki, Dia menyiksanya berdasarkan perbuatan maksiat yang dia mati dalam mela-kukannya, kemudian Dia سبحانه و تعالىmengeluarkannya dari neraka. Tidak ada yang kekal selama-lamanya di sana selain orang-orang kafir. Kemudian setelah selesai siksa Allah سبحانه و تعالى yang diberikan kepadanya, Allah سبحانه و تعالىmengeluarkannya dari neraka ke surga. Ini adalah pendapat ahlul haq. Pendapat ini berdasarkan riwayat-riwayat mutawatir dari Rasullah صلی الله عليه وسلم, berbeda bagi pendapat Khawarij dan Mu'tazilah, dan Allah سبحانه و تعالى berfirman,

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." ( An-Nisa': 48 dan 116).

Allah سبحانه و تعالى menggantungkan atas kehendakNya selain dosa syirik.

Adapun orang yang mati atas syirik besar, maka dia kekal di neraka dan surga diharamkan atasnya, karena firman Allah سبحانه و تعالى,

"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun." (Al-Ma'idah :72).

Dan firmanNya,

"Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka itu kekal di dalam neraka. ( At-taubah :17).

Ayat-ayat tentang hal ini sangat banyak.

Apabila pelaku maksiat masuk neraka, ia tetap tinggal di dalamnya hingga waktu yang dikehendaki Allah سبحانه و تعالى, dan tidak kekal seperti kekalnya orang-orang kafir. Namun terkadang lama masanya. Ini adalah kekal yang khusus bersifat sementara, bukan seperti kekalnya orang-orang kafir. Sebagaimana firman Allah سبحانه و تعالى dalam surah al-Furqan ketika menyebutkan orang musyrik, pembunuh dan pezina, firman Allah سبحانه و تعالى,

"Barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina." ( Al-Furqan: 68 - 69).

Kekal ini bersifat sementara yang suatu saat akan berakhir. Adapun orang musyrik, maka kekalnya selama-lamanya. Karena inilah, Allah سبحانه و تعالى berfirman tentang haq orang-orang musyrik dalam surah al-Baqarah,

"Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka." (Al-Baqarah :167).

Allah سبحانه و تعالى berfirman dalam surah al-Ma'idah berkenaan orang-orang kafir,

"Mereka ingin keluar dari neraka padahal mereka sekali-sekali tidak dapat keluar daripadanya, dan mereka beroleh adzab yang kekal." (Al-Ma'idah :37).


_________
Footnote:
[1] Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahihnya pada al-Jihad (3017).

Rujukan:
Majalah al-Buhuts edisi 41, Syaikh Ibnu Baz hal 132-134.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Hukum Tinju, Adu Sapi/Banteng, dan Gulat Bebas (Fatwa Syaikh Bin Baz)

Hukum Tinju, Adu Sapi/Banteng, dan Gulat Bebas (Fatwa Syaikh Bin Baz)

Pertanyaan:
Apakah hukum bertinju, adu banteng, dan gulat bebas menurut pandangan Islam?

Jawaban:

Tinju dan adu banteng termasuk perbuatan mungkar yang diharamkan; karena dalam bertinju bisa mengakibatkan mudharat yang banyak dan bahaya besar, dan dalam adu banteng merupa-kan penyiksaan terhadap binatang dengan cara yang tidak benar. Adapun gulat bebas yang tidak mengandung bahaya, tidak menyakiti dan tidak membuka aurat, maka hukumnya boleh; ber-dasarkan hadits gulatnya Nabi صلی الله عليه وسلمbersama Yazid bin Rukanah, maka Nabi صلی الله عليه وسلمmengalahkannya.[1] Juga karena asal hukum seperti ini adalah boleh kecuali yang diharamkan oleh syara' yang suci. Telah keluar dari Lembaga Fikih Islam yang bernaung di bawah Liga Dunia Islam, fatwa yang menetapkan haramnya tinju dan adu banteng karena alasan yang telah kami sebutkan di atas. Fatwa tersebut berbunyi:

Segala puji hanya bagi Allah. Rahmat dan kesejahteraan semoga tercurah kepada seseorang yang tidak ada nabi sesudahnya, pemimpin dan Nabi kita Muhammad صلی الله عليه وسلم. Amma ba'du:

Sesungguhnya dewan Lembaga Fikih Islam yang bernaung di bawah Liga Dunia Islam dalam pertemuannya yang ke sepuluh, yang dilaksanakan di kota Makkah al-Mukarramah dari hari Sabtu 24 Shafar 1408 H yang bertepatan dengan tanggal 17 Oktober 1987 M hingga hari Rabu, 28 Shafar 1408 H bertepatan dengan tanggal 21 Oktober 1987 M telah membahas masalah tinju dan gulat bebas dari sudut pandang sebagai olah raga yang dibolehkan. Demikian pula adu banteng yang biasanya dilaksanakan di beberapa negara asing. Apakah boleh dalam hukum Islam atau tidak?

Setelah membahas persoalan ini dari berbagai sudut pandangnya dan berbagai akibat yang terungkap dari berbagai macam hal yang dipandang sebagai bagian dari olah raga ini, serta menjadi program siaran televisi yang berbagai negara Islam dan lainnya.

Setelah meneliti terhadap kajian yang diberikan pada persoalan ini, dengan memberikan tugas kepada Dewan Lembaga dalam pertemuan sebelumnya dari sudut pandang para dokter spesialis, dan setelah meneliti hasil sensus/survei yang diberikan sebagian mereka tentang peristiwa sebenarnya di dunia sebagai dampak pertandingan tinju, dan yang disaksikan di televisi berupa korban gulat bebaas, Dewan mengambil keputusan sebagai berikut:

Pertama: Tinju
Dewan Lembaga melihat secara konsensus (ijma') bahwasanya pertandingan tinju yang disebutkan, yang telah dilakukan latihan di lapangan-lapangan olah raga dan pertandingan di negara kita pada saat ini, adalah latihan yang diharamkan dalam syari'at Islam; karena hal itu dilakukan atas dasar membolehkan menyakiti lawan tandingnya, sakit yang berlebihan di tubuhnya. Terkadang mengakibatkan kebutaan, luka parah atau kerusakan permanen di otak, atau patah yang parah, atau membawa kematian, tanpa adanya beban tanggung jawab kepada yang memukul, serta kegembiraan mayoritas pendukung yang menang, bergembira terhadap penderitaan yang lain. Ia adalah perbuatan yang diharamkan, serta ditolak seluruhnya atau sebagiannya dalam hukum Islam karena firman Allah سبحانه و تعالى ,

"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan." ( Al-Baqarah :195).

dan firmanNya,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." ( An-Nisa':29).

Dan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh memba-hayakan orang lain." [2]

Berdasarkan dalil-dalil itulah, para ulama menegaskan bahwa orang yang menghalalkan darahnya kepada orang lain dan berkata kepadanya, 'bunuhlah saya', tidak boleh membunuhnya. Jika ia melakukannya, ia harus bertanggung jawab dan mendapatkan hukuman (qishash atau diyat, pent.).

Berdasarkan hal itulah, Lembaga menetapkan bahwa tinju ini tidak boleh dinamakan olah raga dan tidak boleh mempelajarinya (berlatih); karena pengertian olah raga adalah berdasarkan latihan, tanpa menyakiti atau membahayakan. Wajib dihilangkan dari program olah raga daerah, dan ikut serta dalam pertandingan dunia. Sebagaimana Dewan juga menetapkan tigak boleh menayangkannya di program televisi agar generasi muda tidak belajar perbuatan buruk ini dan berusaha menirunya.

Kedua: gulat bebas
Adapun gulat bebas yang membolehkan bagi setiap petarung menyakiti yang lain dan membahayakannya. Sesungguhnya Dewan melihat bahwa di dalamnya adanya kemiripan yang sangat serupa dengan tinju yang telah disebutkan, sekalipun berbeda bentuk. Karena semua kekhawatiran syara' yang disinggung dalam tinju juga ada dalam pertandingan gulat bebas yang terjadi dalam pertandingan, dan hukumnya sama-sama haram. Adapun jenis-jenis lainnya berupa gulat yang berlatih hanya semata-mata olah raga tubuh dan tidak diperbolehkan padanya menyakiti, maka hal itu hukumnya boleh dan dewan tidak melihat adanya larangan dari latihan tersebut.

Ketiga: adu banteng
Adapun adu banteng yang biasa dilaksanakan di sebagian negara di dunia, yang mengkibatkan pembunuhan sapi/banteng dengan kepandaian sang pelatih (matador) menggunakan senjata, ia juga termasuk yang diharamkan secara syara' dalam hukum Islam; karena membawa kepada pembunuhan binatang lewat penyiksaan dengan cara menancapkan anak panah di tubuhnya. Pertandingan ini juga banyak mengakibatkan pembunuhan sapi atas sang matador. Pertandingan ini adalah perbuatan liar yang ditolak syari'at Islam yang disabdakan Rasulnya dalam hadits shahih,
عُذِبَتِ امْرَأَةٌ فيِ هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتىَّ مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيْهَا النَّارَ لاَ هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَسَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا وَلاَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ اْلأَرْضِ
"Disiksa seorang perempuan karena seekor kucing yang dipenjarakannya hingga mati. Maka ia masuk neraka, ia tidak memberinya makan dan minum saat memenjarakannya, dan tidak pula dia melepasnya sehingga ia bisa mencari makan dari rerumputan bumi."[3]

Apabila penahanan terhadap kucing ini mengakibatkan masuknya ke dalam neraka di hari kiamat, maka bagaimana kondisi orang yang menyiksa banteng dengan senjata hingga mati.

Footnote:
[1] HR. Abu Daud, al-Libas, (4078); at-Tirmidzi dalam al-Libas (1785), dan hadits mempunyai syahid dalam riwayat al-Baihaqi (10/18), yang dijadikan hadits hasan dengannya.
[2] HR. Ibnu Majah dalam al-Ahkam (2340); Ahmad (2862). An-Nawawi berkata dalam al-Arba'in (22) dan baginya ada beberapa jalur yang menguatkan satu dengan yang lainnya.
[3] Al-Bukhari, dalam Ahadits al-Anbiya' (3482); Muslim dalam as-Salam (2242).
Rujukan:
Majmu Fatawa Ibnu Baz - hal 410 - Syaikh Bin Baz.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Sabtu, 28 April 2018

Hukum Televisi (Fawa Lajnah Daimah Arab Saudi)

Hukum Televisi (Fawa Lajnah Daimah Arab Saudi)

Pertanyaan: 
Segala puji hanya bagi Allah, rahmat dan kesejahteraan semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga dan sahabatnya. Wa badu: Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta telah meneliti pertanyaan yang diajukan dari Hifzhi bin Ali Zaini kepada pimpinan umum dan dipindahkan kepadanya dari sekretaris umum no. 1006 dan tanggal 19/12/1398 H. Dan isinya adalah: Istri saya meminta dibelikan televisi dan saya tidak menyukainya. Saya berharap kepada Allah سبحانه و تعالى, kemudian kepada kalian penjelasan tentang televisi. Apakah hukumnya haram atau makruh atau boleh. Di mana saya tidak menyukai membeli keperluan yang haram? 

Jawaban:

Pesawat televisi itu sendiri tidak bisa dikatakan haram, dan tidak pula makruh dan tidak pula boleh. Karena ia adalah benda yang tidak berbuat apapun. Sesungguhnya hukumnya sangat tergantung dengan perbuatan hamba, bukan dengan dzat sesuatu. Maka membuat televisi dan menjadikannya (sebagai alat) untuk menyebarkan hadits atau program sosial yang baik, hukumnya boleh. Jika yang ditampilkan adalah gambar-gambar yang meng-giurkan lagi membangkitkan syahwat, seperti gambar-gambar wanita telanjang, gambar laki-laki yang menyerupai perempuan dan yang sama pengertian dengan hal tersebut. Atau yang didengar adalah yang diharamkan, seperti lagu-lagu cabul, kata-kata yang tidak bermoral, suara para artis kendati dengan lagu-lagu yang tidak cabul. Nyanyian laki-laki yang melembutkan suara dalam nyanyian mereka, atau menyerupai wanita padanya, maka ia diharamkan. Dan inilah kebiasaan dalam penggunaan televisi di masa sekarang, karena kuatnya kecenderungan manusia kepada hiburan dan kekuasaan hawa nafsu atas jiwa kecuali orang dipelihara oleh Allah سبحانه و تعالى dan sangat sedikit sekali. Sebagai kesimpulan: duduk di depan televisi atau mendengarkannya atau melihat acaranya, selalu mengikuti dalam penentuan hukum halal dan haram dari apa yang dilihat atau yang didengar. Terkadang sesuatu yang diperbolehkan untuk didengar dan untuk duduk di depannya menjadi dilarang karena faktor menyia-nyiakan waktu senggang dan berlebihan padanya, yang kadang kala manusia sangat membutuhkan kesibukan yang bermanfaat untuk dirinya, keluarganya dan umatnya dengan manfaat yang merata dan kebaikan yang banyak. Wajib bagi setiap muslim menurut agama, untuk tidak membelinya, mendengarkannya dan melihat yang ditayangkan di dalamnya; karena merupakan sarana kepada mendengarkan dan melihat yang diharamkan. Semoga rahmat dan kesejahteraan Allah tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Kamis, 26 April 2018

Hukum Tauriyah (keinginan beda dengan ucapan) [Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin]

Hukum Tauriyah (keinginan beda dengan ucapan) [Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin]

Pertanyaan: 
Apakah hukumnya tauriyah? Adakah perincian padanya?

Jawaban:

Tauriyah adalah keinginan seseorang dengan ucapannya yang berbeda dengan zhahir ucapannya. Hukumnya boleh dengan dua syarat: pertama, kata tersebut memberikan kemungkinan makna yang dimaksud. Kedua, bukan untuk perbuatan zhalim. Jika seseorang berkata, "Saya tidak tidur selain di atas watad." Watadadalah tongkat di dinding tempat menggantungkan barang-barang. Ia berkata, "Yang saya maksud dengan watad adalah gunung." Maka ini adalah tauriyah yang benar, karena kata itu memberi kemungkinan makna tersebut dan tidak mengandung kezhaliman terhadap seseorang.

Demikian pula jikalau seseorang berkata, "Demi Allah, saya tidak tidur kecuali di bawah atap." Kemudian dia tidur di atas atap rumah, lalu berkata, "Atap yang saya maksudkan adalah langit." Maka ini juga benar. Langit dinamakan atap dalam firmanNya,

"Dan Kami jadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara." (Al-Anbiya': 32).

Jika tauriyah digunakan untuk perbuatan aniaya, maka hukumnya tidak boleh, seperti orang yang mengambil hak manusia. Kemudian dia pergi kepada hakim, sedangkan yang dianiaya tidak memiliki saksi. Lalu qadhi (hakim) meminta kepada orang yang mengambil hak tadi agar bersumpah bahwa tidak ada sedikitpun miliknya di sisi anda. Maka dia bersumpah dan berkata, "Demi Allah, ma lahu 'indi syai' (tidak ada sedikitpun miliknya pada saya)." Maka hakim memutuskan untuknya. Kemudian sebagian orang bertanya kepadanya tentang hal tersebut dan mengingatkannya bahwa ini adalah sumpah palsu yang akan menenggelamkan pelakunya di neraka. Dan disebutkan dalam hadits,

مَنْ حَلَفَ عَلىَ يَمِيْنِ صَبْرٍ يَقْتَطِعُ بِهَا مَالَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ هُوَفِيْهَا فَاجِرٌ لَقِيَ اللهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانٌ
"Siapa yang bersumpah atas sumpah palsu yang dengan sumpah itu ia bisa mengambil harta seorang muslim, ia berbuat fasik padanya, niscaya ia bertemu Allah, dan Dia sangat murka kepadanya." [1]

Yang bersumpah ini berkata, "Saya tidak bermaksud menafikan (membantah), dan yang saya maksudkan adalah itsbat(menetapkan). Dan niat saya pada kata 'maluhu' bahwa 'ma' adalah isim maushul, artinya: Demi Allah, Yang merupakan miliknya ada pada saya." Sekalipun kata itu memberikan kemungkinan makna itu, namun hal itu adalah perbuatan aniaya maka hukumnya tidak boleh (haram). Karena inilah disebutkan dalam sebuah hadits: "Sumpahmu berdasarkan pembenaran yang diberikan temanmu."[2] Ta'wil tidak berguna di sisi Allah سبحانه و تعالى dan sekarang anda telah bersumpah dengan sumpah yang palsu.

Jika seorang laki-laki, istrinya tertuduh melakukan tindakan jinayah (kriminal), sedangkan istrinya bebas (tidak bersalah) dari tuduhan itu, lalu ia bersumpah dan berkata, "Demi Allah, dia adalah saudari saya." Dan ia berkata, "Maksud saya dia adalah saudari saya dalam Islam." Maka ini adalah ta'ridh (sindiran/ pemberian isyarat) yang benar, karena ia memang saudarinya dalam Islam, sedangkan dia dianiaya.

Footnote:
[1] HR. Al-Bukhari dalam asy-Syahadat (2669) dan (2670); Muslim dalam al-Iman (138).
[2] Muslim dalam al-Iman (1653).
Rujukan:
Majmu' Durus Fatawa al-Haram al-Makki, jilid III hal 367-368. Syaikh Muhammad bin Utsaimin.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Hukum Pujian Seseorang Kepada Dirinya Sendiri (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Hukum Pujian Seseorang Kepada Dirinya Sendiri (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pertanyaan: 
Syaikh yang mulia ditanya tentang hukum seseorang yang memuji dirinya sendiri?

Jawaban:
Beliau menjawab, "Pujian terhadap diri sendiri, apabila dimaksudkan untuk menyebutkan nikmat Allah سبحانه و تعالى atau agar kawan-kawannya mengikutinya, maka hal ini tidak apa-apa. Jika orang ini bermaksud dengan pujiannya untuk mensucikan dirinya dan menunjukkan amal ibadahnya kepada Rabbnya, maka perbuatan ini termasuk minnah, hukumnya tidak boleh (haram). Firman Allah سبحانه و تعالى,

"Mereka telah merasa memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, 'Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar'." (Al-Hujurat :17).

Jika tujuannya hanya untuk mengambarkan, maka hukumnya tidak apa-apa (boleh). Namun yang paling baik adalah meninggalkan hal itu.
Jadi, kondisi-kondisi seperti ini, yang mengandung pujian seseorang kepada dirinya sendiri terbagi kepada empat bagian:

Kondisi pertama: ia ingin menyebut nikmat Allah yang diberikanNya kepadanya berupa iman dan ketetapan hati.

Kondisi kedua: Ia ingin agar orang-orang semisalnya menjadi rajin ibadah seperti yang dikerjakannya. Kedua kondisi ini adalah baik karena mengandung niat yang baik.

Kondisi ketiga: Ia ingin berbangga-bangga dan tabah serta menunjukkan kepada Allah yang ada padanya berupa iman dan ketetapan hati. Ini tidak boleh berdasarkan ayat yang telah kami sebutkan.

Kondisi keempat: Ia hanya ingin mengabarkan tentang dirinya sebagaimana adanya berupa iman dan ketetapan hati. Ini boleh, namun sebaiknya ditinggalkan.
Rujukan:
Majmu’ Fatawa wa Rasa'il Syaikh Ibnu Utsaimin, jilid III hal 96-97.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Hukum Orang yang Menyebarkan Gosip di Kalangan Manusia (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Hukum Orang yang Menyebarkan Gosip di Kalangan Manusia (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pertanyaan: 
Apa hukumnya orang yang menyebarkan gosip di kalangan umat Islam?

Jawaban:

Berita yang tersebar terbagi dua: berita baik dan berita buruk. Maka orang yang menyebarkan berita yang mengandung kebaikan di antara manusia, seperti menyebarkan bid'ahnya seorang pelaku bid'ah, atau ucapan orang yang mulhid (ingkar kepada Allah سبحانه و تعالى ), atau yang menyerupai hal tersebut untuk mengingatkan darinya, maka hal itu adalah perbuatan terpuji; karena bertujuan menjaga manusia dari kemungkaran ini. Adapun orang yang menyebarkan keburukan karena ingin menyebarkan berita-berita keji di kalangan kaum mukminin, maka ini adalah haram dan tidak boleh baginya; karena memberikan implikasi terhadap berbagai kerusakan, secara umum dan khusus. Seorang manusia harus berinteraksi dengan orang lain sebagaimana ia menginginkan orang lain berinteraksi dengannya seperti itu pula, dan ia mesti menyukai untuk mereka apapun yang disukainya untuk dirinya sendiri. Apabila dia tidak ingin orang lain menyebarkan aibnya, cukup adil bahwa ia tidak menyebarkan aib orang lain.

Rujukan:
Min Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin yang beliau tanda tangani.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Hukum Orang yang Berkata, "Sesungguhnya Kemiskinan Yang Melanda Umat Islam Disebabkan Ledakan Penduduk Dan Banyaknya Keturunan" (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Hukum Orang yang Berkata, "Sesungguhnya Kemiskinan Yang Melanda Umat Islam Disebabkan Ledakan Penduduk Dan Banyaknya Keturunan" (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pertanyaan: 
Apakah hukum syara'nya pada pendapat Syaikh terhadap orang yang mengatakan, "Sesungguhnya kemiskinan, kelemahan, dan keterbelakangan umat Islam di masa sekarang sebagai akibat ledakan (pertambahan) penduduk dan banyaknya keturunan de-ngan memandang peningkatan ekonomi gizi." Apa nasehat Syaikh kepada orang yang meyakini hal tersebut?

Jawaban:

Kami melihat bahwa pendapatnya itu adalah sebuah kesalahan besar; karena hanya Allah سبحانه و تعالى saja yang meluaskan dan menyempitkan rizki bagi orang yang yang dikehendakiNya, bukan disebabkan banyaknya penduduk; karena tidak ada binatang melata di muka bumi ini melainkan Allah سبحانه و تعالى yang mengatur rizkinya. Namun, Allah سبحانه و تعالى memberikan rizki karena suatu hikmah dan mencegah rizki juga karena suatu hikmah.

Nasehat saya kepada orang yang meyakini hal ini adalah bahwa hendaklah ia bertakwa kepada Allah سبحانه و تعالى dan meninggalkan keyakinan yang batil ini, hendaklah ia mengetahui bahwa alam semesta, seberapapun banyaknya, jika Allah سبحانه و تعالى menghendaki niscaya Dia meluaskan rizki mereka, tetapi Allah سبحانه و تعالى berfirman dalam KitabNya,

"Dan jikalau Allah melapangkan rizki kepada hamba-hambaNya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendakiNya dengan ukuran. Sesung-guhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hambaNya lagi Maha Melihat." (Asy-Syura :27).
Rujukan:
Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin yang beliau tandatangani.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Hukum Orang Kafir Memeluk Islam (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Hukum Orang Kafir Memeluk Islam (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pertanyaan: 
Apakah wajib orang kafir memeluk Islam?

Jawaban:

Setiap orang kafir wajib memeluk agama Islam, sekalipun dia seorang Kristen atau Yahudi, karena Allah سبحانه و تعالى berfirman dalam al-Kitab al-Aziz:

"Katakanlah, 'Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan yang mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan RasulNya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimatNya (kitab-kitabNya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk." ( Al-A'raf :158).

Semua manusia wajib beriman kepada Rasulullah صلی الله عليه وسلم, namun agama ini yang merupakan rahmat dan berkah Allah سبحانه و تعالى, Dia membolehkan kepada non muslim tetap menganut agama mereka dengan syarat tunduk kepada hukum-hukum Islam. Firman Allah سبحانه و تعالى:

"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) pada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah Dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk." (At-Taubah :29).

Dan dalam Shahih Muslim, dari hadits Buraidah bahwa Nabi صلی الله عليه وسلمapabila mengangkat seorang amir kepada satu tentara atau pasukan, beliau memerintahkannya bertakwa kepada Allah صلی الله عليه وسلم dan memerintahkan kebaikan kepada orang-orang yang bersamanya dari kalangan umat Islam seraya bersabda,
فَادْعُهُمْ إِلىَ إِحْدَى ثَلاَثِ خِصَالٍ أَوْ خِلاَلٍ أَيَّتُهَا أَجَابُوْكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ
"Ajaklah mereka kepada salah satu dari tiga perkara. Apapun yang mereka pilih, terimalah dari mereka dan janganlah menyerang mereka." (HR. Muslim dalam al-Jihad (1137)).

Dan di antara tiga perkara ini adalah memberikan jizyah (upeti).

Karena alasan inilah, pendapat yang kuat di antara pendapat para ulama bahwa jizyah juga diterima dari selain penganut agama Yahudi dan Kristen.

Kesimpulannya adalah bahwa non muslim wajib atas mereka; bisa masuk Islam dan bisa juga tunduk terhadap hukum Islam. Wallahul-Muwaffiq.
Rujukan:
Majmu' Fatawa wa Rasa'il Syaikh Ibn Utsaimin, jilid I hal 60-61.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Hukum Namimah (Adu Domba) dan Bahayanya (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Hukum Namimah (Adu Domba) dan Bahayanya (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pertanyaan: 
Apa hukum namimah dan apakah bahayanya, kami mengharapkan dalil atas hal tersebut? Semoga Allah سبحانه و تعالى membalaskan kebaikan kepada kalian.

Jawaban:
Namimah adalah bahwa seseorang menyampaikan perkataan manusia satu dengan yang lain untuk merusak hubungan di antara mereka, seperti ia pergi kepada seseorang dan berkata, "Fulan berkata tentang dirimu seperti ini, fulan berkata tentang dirimu seperti ini" untuk memberikan rasa permusuhan di antara umat Islam. Ia termasuk di antara dosa besar. Dalam Shahihain dari hadits Abdullah bin Abbas -rodliallaahu'anhu-, bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم melewati dua kuburan seraya bersabda, "Perhatikan, sesungguhnya keduanya sedang disiksa, dan tidaklah keduanya disiksa lantaran dosa besar (menurut perasaan keduanya, pent). Adapun salah satunya, ia melakukan namimah. Adapun yang lain, ia tidak bersuci dari kencing." Ia (Abdullah) berkata, "Lalu beliau meminta pelepah kurma yang masih basah, lalu membelahnya menjadi dua, kemudian menanamnya di atas yang ini satu dan yang ini satu." Para sahabat bertanya, "Kenapa Anda melakukan hal ini?" Beliau menjawab, "Mudah-mudahan diringankan siksa keduanya selama belum kering."[1] Dan diriwayatkan dari Nabi صلی الله عليه وسلم bahwa beliau bersabda,
لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ قَتَّاتٌ

"Tukang adu domba tidak akan masuk surga." [2]

Dan atas dasar inilah, seorang mukmin harus meninggalkan namimah dan menjauhinya. Adapun bahayanya, maka bahaya namimah atas seseorang yang melakukan adalah ancaman keras yang telah anda dengar. Adapun terhadap masyarakat, yaitu memisahkan (persatuan) di antara manusia dan merusak (hubungan) di antara mereka.


_________
Footnote:
[1] al-Bukhari dalam al-Iman (218); Muslim dalam al-Iman (292).
[2] Al-Bukhari dalam al-Adab (6056); Muslim dalam al-Iman (169-105).

Rujukan:
Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin yang beliau tanda tangani.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Hukum Mujamalah (Berbasa-basi) [Fatwa Syaikh Ibnu Baz]

Hukum Mujamalah (Berbasa-basi) [Fatwa Syaikh Ibnu Baz]

Pertanyaan: 
Dalam kondisi tertentu menuntut dilakukan mujamalah de-ngan mengucapkan yang tidak sebenarnya. Apakah ini termasuk salah satu jenis dusta? 

Jawaban:
Persoalan ini perlu dirinci. Jika mujamalah mengakibatkan pengingkaran terhadap kebenaran atau menetapkan yang batil, berarti mujamalah ini tidak boleh. Jika mujamalah tersebut tidak berdampak kepada kebatilan, yang hanya merupakan ucapan-ucapan yang baik yang mengandung ijmal(memperbagus/memperindah), tidak mengandung persaksian yang tidak benar kepada seseorang dan tidak pula menggugurkan hak seseorang, maka saya tidak mengetahui adanya larangan dalam hal tersebut.

Rujukan:
Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah jilid hal 280. Syaikh Ibn Baz.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Hukum Mengutuk Seorang Muslim (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Hukum Mengutuk Seorang Muslim (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Pertanyaan: 
Apakah hukum sesorang yang melaknat (mengutuk) istrinya. Demikian pula kepada anak-anak saudara kandungnya. Apakah laknat kepada istri termasuk talak?

Jawaban:
Tidak boleh mengutuk Istri dan bukan termasuk talak kepadanya. Tetapi dia tetap berada dalam tanggungannya, dan dia harus bertaubat kepada Allah سبحانه و تعالى dari perbuatan tersebut, dan meminta maaf kepada istrinya dari celaannya kepadanya.

Tidak boleh pula mengutuk anak-anak saudaranya dan tidak boleh juga anak-anak kaum muslimin lainnya, karena sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,

سِبَابُ اْلمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
"Mencela seorang muslim adalah perbuatan fasik dan membunuhnya adalah kufur." [1]

Dan sabda beliau,

لَعْنُ اْلمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ
"Mengutuk seorang muslim sama seperti membunuhnya." [2]

Kedua hadits shahih ini menunjukkan bahwa mengutuk seorang muslim kepada saudaranya sesama muslim termasuk di antara dosa-dosa besar. Maka wajib waspada dari perbuatan itu, dan memelihara lisan dari dosa yang keji.

Footnote:
[1] Disepakati keshahihahnnya: al-Bukhari dalam al-Iman (48); Muslim dalam al-Iman (64).
[2] HR. Al-Bukhari dalam Shahihnya: dalam al-Adab (6105); Muslim dalam al-Iman (110).

Rujukan:
Majalah ad-Da’wah. Syaikh Ibnu Baz edisi 1318.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Rabu, 25 April 2018

Hukum Membunuh Serangga yang Ada di Rumah (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)

Hukum Membunuh Serangga yang Ada di Rumah (Fatwa Syaikh Ibnu Baz)


Pertanyaan:
Binatang-binatang melata yang ada di rumah seperti semut, jangkrik dan binatang sejenisnya. Bolehkah membunuhnya dengan air, atau dibakar atau apa yang harus saya lakukan?

Jawaban:
Apabila binatang-binatang melata ini menyakiti, boleh membunuhnya. Tetapi bukan dengan cara membakar, namun dengan berbagai cara membinasakan lainnya, karena sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فيِ اْلحِلِّ وَاْلحَرَمِ اْلحَيَّةُ وَالْغُرَابُ اْلأَبْقَعُ وَالْفَأْرَةُ وَالْكَلْبُ وَاْلعُقُوْرُ وَاْلحُدَيَّا
"Lima macam binatang fasiq yang boleh dibunuh di tanah halal dan di tanah haram; ular, burung gagak hitam pekat, tikus, anjing gila, dan burung elang." (Al-Bukhari dalam jaza' ash-Shaid (1829) dan Muslim dalam al-Hajj (67–1198))

Pada kata 'al-hayyah/ular', Nabi صلی الله عليه وسلم mengabarkan tentang gangguannya dan ia adalah binatang-binatang fasik, maksudnya mengganggu/menyakiti dan mengizinkan membunuhnya. Demikian pula binatang melata sejenisnya, apabila mengganggu, boleh dibunuh di tanah halal dan haram. Seperti semut, jangkrik, nyamuk dan binatang sejenisnya yang mengganggu.


Sumber:
Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah jilid V hal. 301-302. Syaikh bin Baz.

ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ : ﺍﻟﺤﺸﺮﺍﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﻮﺟﺪ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﻣﺜﻞ : ﺍﻟﻨﻤﻞ ﻭﺍﻟﺼﺮﺍﺻﻴﺮ ﻭﻣﺎ ﺃﺷﺒﻪ ﺫﻟﻚ، ﻫﻞ ﻳﺠﻮﺯ ﻗﺘﻠﻬﺎ ﺑﺎﻟﻤﺎﺀ ﺃﻭ ﺑﺎﻟﺤﺮﻕ، ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺠﺰ ﻓﻤﺎﺫﺍ ﻧﻔﻌﻞ؟

ﺍﻟﺠﻮﺍﺏ : ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺤﺸﺮﺍﺕ ﺇﺫﺍ ﺣﺼﻞ ﻣﻨﻬﺎ ﺍﻷﺫﻯ ﺗﻘﺘﻞ ﻟﻜﻦ ﺑﻐﻴﺮ ﺍﻟﻨﺎﺭ، ﺗﻘﺘﻞ ﺑﺎﻟﻤﺒﻴﺪﺍﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻨﺎﺭ؛ ﻷﺫﺍﻫﺎ ﻓﻼ ﺑﺄﺱ، ﻳﻘﻮﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﷺ : ‏« ﺧﻤﺲ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻭﺍﺏ ﻛﻠﻬﻦ ﻓﻮﺍﺳﻖ، ﻳﻘﺘﻠﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻞ ﻭﺍﻟﺤﺮﻡ : ﺍﻟﻐﺮﺍﺏ ﻭﺍﻟﺤﺪﺃﺓ ﻭﺍﻟﻔﺄﺭﺓ ﻭﺍﻟﻜﻠﺐ ﺍﻟﻌﻘﻮﺭ ﻭﺍﻟﻌﻘﺮﺏ ‏» ، ﻓﻲ ﺍﻟﻠﻔﻆ ﺍﻵﺧﺮ : ‏« ﻭﺍﻟﺤﻴﺔ ‏» ﺳﺎﺩﺳﺔ ، ﻓﻬﺬﻩ ﺃﺧﺒﺮ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﷺ ﻋﻦ ﺃﺫﺍﻫﺎ ﺃﻧﻬﺎ ﻓﻮﺍﺳﻖ، ﻳﻌﻨﻲ : ﻣﺆﺫﻳﺔ، ﻗﺪ ﺧﺮﺟﺖ ﻋﻦ ﻃﺒﻴﻌﺔ ﺃﺷﺒﺎﻩ ﻏﻴﺮﻫﺎ ﻣﻦ ﻋﺪﻡ ﺍﻷﺫﻯ ﻭﻫﻲ ﻣﺆﺫﻳﺔ؛ ﻓﻠﻬﺬﺍ ﻗﺎﻝ : ‏« ﻳﻘﺘﻠﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻞ ﻭﺍﻟﺤﺮﻡ : ﺍﻟﻐﺮﺍﺏ ﻭﺍﻟﺤﺪﺃﺓ ﻭﺍﻟﻔﺄﺭﺓ ﻭﺍﻟﻌﻘﺮﺏ ﻭﺍﻟﻜﻠﺐ ﺍﻟﻌﻘﻮﺭ ‏» ، ﻭﻛﺬﻟﻚ : ‏( ﺍﻟﺤﻴﺔ ‏) ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﻭﺍﻳﺔ ﺍﻷﺧﺮﻯ ﻋﻨﺪ ﻣﺴﻠﻢ ، ﻓﺎﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﺃﻥ ﻫﺬﻩ ﻭﻣﺎ ﺃﺷﺒﻬﻬﺎ ﻳﻘﺘﻠﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻞ ﻭﺍﻟﺤﺮﻡ، ﻓﺈﺫﺍ ﻭﺟﺪ ﺃﺫﻯ ﻣﻦ ﻏﻴﺮﻫﺎ ﻛﺎﻟﻨﻤﻞ ﺇﺫﺍ ﺁﺫﻯ ﻳﻘﺘﻞ، ﺃﻭ ﺍﻟﺼﺮﺍﺻﻴﺮ ﺗﻘﺘﻞ، ﺃﻭ ﺍﻟﺨﻨﺎﻓﺲ، ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻫﺎ ﻟﻤﺎ ﻳﺆﺫﻱ ﻳﻘﺘﻞ، ﻧﻌﻢ، ﻟﻜﻦ ﺑﺎﻟﻤﺒﻴﺪﺍﺕ ﻻ ﺑﺎﻟﻨﺎﺭ . ﻧﻌﻢ .
ﺍﻟﻤﻘﺪﻡ : ﻟﻴﺲ ﺑﺎﻟﻨﺎﺭ؟
ﺍﻟﺸﻴﺦ : ﻧﻌﻢ 



https://binbaz.org.sa/fatwas/6330/حكم-قتل-الحشرات-الموذية-بالنار

Hukum Memanfaatkan Islam Untuk Tujuan Pribadi (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Hukum Memanfaatkan Islam Untuk Tujuan Pribadi (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pertanyaan: 
Bagaimana pendapat para ulama yang terhormat tentang orang-orang yang memanfaatkan Islam untuk merealisasikan tujuan-tujuan pribadi mereka?

Jawaban:
Islam adalah agama yang benar seperti yang sudah diketahui. Pujian hanya bagi Allah. Sebagaimana firman Allah سبحانه و تعالى kepada NabiNya,

"Sesungguhnya Kami telah mengutus (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan." (Al-Baqarah :119).

Agama Islam lebih di atas, lebih mulia, lebih tinggi dari tujuan manusia menjadikannya sebagai alat untuk menyampaikannya kepada tujuan-tujuan pribadinya. Dan setiap manusia mengklaim bahwa dia termasuk penolong dan pembela Islam, sesungguhnya ucapan-ucapannya harus disesuaikan dengan perbuatan-perbuatannya sehingga jelaslah bahwa dia benar dalam pernyataannya. Karena kaum munafik mengatakan tentang berpegangnya mereka dengan Islam yang apabila seseorang mendengar mereka mesti berkata, 'Mereka orang-orang yang beriman'. Seperti firman Allah سبحانه و تعالى,

"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, 'Kami mengakui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." ( Al-Munafiqun :1).

Kemudian Dia سبحانه و تعالى berfirman,

Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar RasulNya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. (Al-Munafiqun :1- 2).

Hingga firmanNya,

"Dan apabila melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terha-dap mereka: semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)." (Al-Munafiqun :4).

Orang-orang munafik memiliki bayan dan fashahah (pandai berbicara, pent.) yang apabila seseorang mendengar ucapan mereka, niscaya ia mendengarkan dengan seksama dan mengira bahwa mereka berada di atas haq dan kebenaran. Bagaimanapun juga, sesungguhnya tidak boleh bagi seseorang memanfaatkan agama Islam untuk mencapai keinginannya. Bahkan ia harus berpegang kepada agama Islam untuk mendapatkan hasilnya yang besar, yang di antaranya adalah kemuliaan dan keteguhan di muka bumi sebelum mendapatkan pahala di akhirat. Firman Allah سبحانه و تعالى,

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merobah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku." (An-Nur: 55).

Dan firmanNya,

"Barangsiapa mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." ( An-Nahl:97).
Rujukan:
Majalah ad-Da'wah edisi 1288 tanggal 11/10/1411 H Syaikh Ibn Utsaimin.

Hukum Majalah-majalah Mode (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Hukum Majalah-majalah Mode (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)

Pertanyaan: 
Apa hukum membeli majalah-majalah yang menampilkan desain-desain pakaian untuk mengambil manfaat dari model-model pakaian wanita yang baru dan bermacam-macam? Dan apa hukum menyimpannya setelah memanfaatkannya, sementara majalah-majalah tersebut penuh dengan gambar-gambar wanita?

Jawaban:
Tidak diragukan lagi, bahwa membeli majalah-majalah yang hanya berisi gambar-gambar, hukumnya haram, karena menyim-pan gambar itu hukumnya haram, berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,
لاَ تَدْخُلُ الْمَلاَئِكَةُ بَيْتًا فِيْهِ كَلْبٌ وَلاَ صُوْرَةٌ.
"Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya ada anjing atau gambar." (HR. Al-Bukhari dalam Bad'ul Khalq (3226), Muslim dalam Al-Libas (2106))

Dan ketika beliau melihat gambar pada kain korden milik Aisyah, beliau berhenti dan tidak mau masuk, Aisyah pun melihat ketidaksukaan di wajah beliau. Kemudian tentang majalah-majalah tadi yang menampilkan desain-desain pakaian, [kita bahas segi pakaiannya], harus diperhatikan, bahwa tidak semua pakaian itu halal, sebab adakalanya pakaian itu masih menampakkan aurat, baik karena terlalu sempit atau lainnya, dan adakalanya pakaian itu merupakan pakaian khas orang-orang kafir, sementara menye-rupai orang-orang kafir hukumnya haram berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka."(HR. Abu Dawud (4031), Ahmad (5093, 5094, 5634))

Maka saya nasehatkan kepada saudara-saudara kami, kaum muslimin secara umum, terutama kaum wanitanya, hendaknya menghindari pakaian-pakaian tersebut, karena banyak di anta-ranya yang menyerupai non muslim dan menampakkan aurat. Lain dari itu, perhatian wanita terhadap setiap desain pakaian baru bisa mengalihkan kebiasaan kita yang berlandaskan pada agama kita kepada kebiasaan-kebiasaan lainnya yang diperoleh dari non muslim.
Rujukan:
As'ilah Muhimmah Ajaba 'Alaiha. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.